Pentingnya Bermain Pada Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak usia dini (PAUD) yang disebut juga nursery educational (NE) merupakan cabang teori pendidikan yang terkait dengan pengajaran anak-anak baik formal maupun informal yang berusia dari nol sampai delapan tahun. PUD dibagi menjadi dua bagian yaitu pendidikan balita (infant) yang merupakan bagian dari pendidikan usia dini yang menekankan pentingnya pendidikan anak dari usia nol sampai dua tahun dan kedua pendidikan anak usia dini yang berumur tiga sampai delapan tahun. Akhir-akhir ini PUD menjadi sorotan public karena konsep pembelajaran yang tidak sesuai dengan usia mereka terutama bagi anak-anak usia nol sampai enam tahun.
Pendidikan usia dini adalah sebuah istilah yang memiliki makna luas untuk menggambarkan berbagai jenis program pendidikan untuk melayani anak-anak pada masa-masa pra-sekolah sampai dengan masuk taman kanak-kanak. Masa nol sampai dua tahun merupakan masa yang rawan dalam mengelola kognisi, emosional dan social quasi mereka sebelum mereka dilegalkan usianya untuk masuk ke sekolah taman kanak-kanak. Oleh karena itu PAUD penting untuk diperhatikan karena merupakan pendidikan yang terdiri dari berbagai kegiatan dan pengalaman yang didesain dan direncanakan untuk membantu perkembangan kognitif, emosional maupun social mereka sebelum masuk kesekolah dasar.
Yang perlu diketahui dalam membelajarakan anak-anak usia dini adalah bagaimana para orang tua memperlakukan anak-anak mereka agar anak–anak mereka menjadi anak-anak yang secara kognitif, mental maupun social bejalan secara normal dan natural agar dalam perkembangan mereka tidak terdistorsi oleh hal-hal yang bersifat negatif, terutama kekerasan pada anak. Pembelajaran PAUD tidak disamakan dengan pembelajaran anak-anak usia dewasa. Oleh sebab itu para orang tua,pendidik, termasuk pemerintah dalam halini departemen pendidikan dan departemen agama seharusnya menyediakan program khusus untuk itu. Program tersebut dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pendidikan anak usia nol sampai dengan dua ,tiga sampai empat dan lima sampai enam tahun. Nol smpai dua tahundibagi menjadi beberapa tahap yaitu “child care’, ‘day care, nursery school, preschool, atau pra-taman kanak-kanak.Masa anak-anak pra –taman kanak-kanak yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
- Masa mengingat, mengulangi tindakan dan mengamati apa yang dilihat.
Dalam dua tahun pertama kehidupan anak dihabiskan dalam penciptaan rasa yaitu “rasa diri” (sense of self);Barup ada tahun kedua mereka mampu membedakan antara diri mereka sendiri dan orang lain. Proses perkembangan kemampuan pembedaan ini sangat penting dalam rangka mengembangkan kemampuan mereka menentukan bagaimana mereka harus memfungsikan rasa diri tersebut dalam kaitannya dengan orang lain. Dalam kontek ini figur orang tua adalah vital karena mereka merupakan sosok yang pertama dilihat oleh anak sebagai guru pertama dan merupakan bagian integral dari proses pembelajaran awal.
- Masa Bermain
Awal proses cinta kasih pada anak-anak terjadi selama dua tahun pertama yaitu anak usia dini 0-2 tahun. Masa tersebut sangat berpengaruh terhadap pendidikan di masa depan baik pada ranah cognisi, afeksi maupun psikomorik mereka. Bila dibimbing dengan tepat, stabil dan baik, eksplorasi dan pengamatan anak akan menjadi lebih nyaman, baik, dan stabil pula pada lingkungan mereka sehingga ketiga aspek domain tersebut tertanam dengan baik dan stabil. Orang tua yang konsisten dalam meluangkan waktunya, maka hubungan emosi dan kasih saying yang baik akan tertanam dengan baik sejak awal. Jika cinta kasih tidak dibangun sejak awal,maka dampak buruk akan merugikan pada anak dalam hubungan antara mereka di masa depan. Untuk itu semua, perlu ada teknik yang tepat dalam pola pengasuhan yang tepat dan benar; para orang tua dan pengasuh dapat menggunakannya untuk membangun hubungan tersebut, yang pada gilirannya akan memungkinkan anak-anak untuk menjadi lebih nyaman mengeksplorasi lingkungan mereka.
Berdasarkan riset dan filosofi Jean Piaget (1980-h.60), PAUD seharusnya memfokuskan pembelajaran melalui bermain (play) yang menurutnya dengan bermain dapat memenuhi kebutuhan fisik, intelektual, bahasa, emosidan social padaanak-anak. Rasa keingintahuan dan imajinasi mereka secara alami akan membangkitkan rasa ingin belajar ketika mereka merasa senang dan tidak terkekang. Dengan demikian anak-anak akan belajar lebih efisien dan memperoleh pengetahuan lebih banyak melalui, bermain, drama, seni,dan game-game yang ada pada masyarakat.
Ada beberapa cara bermain yang dapat mengembangkan aspek-aspek tertentu saja pada perkembangan anak, tetapi banyak juga yang dapat mengembangkan berbagai aspek. Oleh sebab itu, penting bagi para praktisi untuk mempromosikan perkembangan anak melalui bermain dengan menggunakan berbagai jenis yang ada pada kehidupan sehari-hari di masyarkat. Tentunya hal tersebut memerlukan ruang, waktu, pengawasan yang tepat, juga kesadaran dan para guru yang telatih yang memiliki pengetahuan tentang fondansi pengetahuan pembelajaran anak usia dini yang tentunya harus didampingi pendamping bermain dalam menetapkan standar pengaturan bermain terkait dengan keamanan, kualitas dan rasio staf dalam proses pembelajaran. Belajar melalui bermain merupakan teknik pembelajaran secara teratur yang dalam prakteknya sebagai cara yang paling serbaguna bagi anak-anak untuk dapa tbelajar dengan baik. Margaret Mc Millan (1860-1931) menyarankan bahwa anak-anak harus diberi makanan di sekolah secara gratis, buah dan susu, dan banyak latihan untuk menjaga mereka secara fisik dan emosional sehat. Rudolf Steiner (1861-1925) meyakini bermain memungkinkan anak-anak untuk berbicara, berinteraksi sosial, menggunakan imajinasi dan keterampilan intelektual mereka. Maria Montessori (1870-1952) percaya bahwa anak-anak belajar melalui gerakan dan indra mereka dan setelahitu melakukan suatu kegiatan untuk menggunakan indra mereka melalui bermain.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa bermain bukan permainan yaitu sebuah cara untuk menciptakan lingkungan agar anak-anak memperoleh semacam kesempatan pengalaman bermain, yang karena kesibukan para orang tua, tidak terkondisikan untuk bermain bersama, dan hilang dalam kehidupan sehari-hari mereka. Hal tersebut bukan berarti bermain tidak ada permainan didalamnya. Permainan hanyalah sebuah instumen atau alat untuk bermain. Ada dua alasan kenapa bermain penting yaitu:
- Semua anak baik yang dewasa maupun yang belum perlu dan suka bermain. Dorongan untuk bermain adalah bawaan. Bermain adalah kebutuhan biologis, psikologis dan sosial, dan merupakan dasar untuk perkembangan yang sehat dan kesejahteraan individu dan masyarakat.
- Bermain adalah proses yang dapatdipilih secara bebas, secara pribadi diarahkan dan termotivasi secara intrinsik. Artinya, anak-anak dan orang muda menentukan dan mengontrol konten dan maksud dari permainan mereka, dengan mengikuti naluri, ide-ide dan kepentingan, dengan cara mereka sendiri untuk alasan mereka sendiri.
- Bermain adalah cara pertama anak-anak belajar merasakan dan belajar tentang dunia pada usia muda. Mereka mengamati dan menggali berbagai peran seperti belajar bagaimana benda-benda yang mereka lihat bekerja, dan belajar bagaimana cara berkomunikasi dan bekerja dengan orang lain. Fenomena yang terjadi di dunia tidak dapat dipelajari melalui standard kurikulum yang ada di sekolah, tetapi justru dapat diperoleh melalui metoda bermain.
Begitu pentingnya bermain dalam proses pembelajaran anak usia dini, maka yang paling urgan untuk dilakukan para orang tua dan guru adalah bagaimana mengkondisikan pola bermain tersebut baik di rumah maupun di sekolah. Dalam hal ini yang menjadi persoalan adalah adanya kemajuan teknologi yang luar biasa sehingga seni bermain menjadi terganggu dan rusak karena telah tertransfomasikan pada ‘permainan’ melalui teknologi. Stuart Wolpert justru menanyakan ‘apakah teknologi meningkatkan kemampuan kritis dan analisis anak atau justru merurunkannya. Pertanyaan tersebut muncul karena tidak semua hasil teknologi baik untuk segalanya. Harus ada perimbangan antara bermain menggunakan teknologi dan non-teknologi. Masing masing memiliki keuntungan dan kerugian. Teknologi secara umum justru dapat mengurangi dan bahkan menghilangkan nilai-nilai seni bermain itu sendiri.
Oleh sebab itu bermain perlu digalakkan kerena merupakan teknik penanaman nilai-nilai kehidupan yang secara bawah sadar akan tertanam pada ranah kognisi, afeksi maupun psikomotorik anak yang perlu diperankan pada pendidikan anak usia dini. Penggunaan bermain sebagai salah satu model pembelajaran berfungsi untuk mengurangi atau menghilangkan resiko degradasi mental emosional , sebaliknya dengan bermain anak-anak dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kemandirian mereka.
Penulis: Dr. Dolar Yuwono, M.Pd.
Ketua Yayasan Perguruan Tinggi STKIP PGRI Ponorogo
*Artikel telah termuat di Jawa Pos Radar Ponorogo, Edisi September 2016