Belajar dari Penyair Sandal Jepit
Ketika beberapa waktu lalu M.Faizi menjadi pemateri sekolah literasi gratis(SLG) yang diselenggarakan STKIP PGRI Ponorogo, beliau banyak menyinggung tentang membaca. Mulai dari pengalaman membaca dan teknik-teknik yang dilakukannya. M.Faizi mengatakan bahwa filosofi membaca itu jangan seperti makan ketika lapar, seperti minum ketika haus. Beliau mengatakan seperti itu karena dilihat dari dampaknya. Makan dan minum memiliki dampak langsung terhadap kehidupan, berbeda dengan membaca yang dampaknya akan terlihat dalam jangka waktu yang panjang. Orang yang tidak membaca 2 hari maka ia tidak akan mati. Lain halnya dengan makan dan minum.
Pada kesempatan itu beliau juga menyinggung tentang generasi nol buku yang pernah diungkapkan Taufik Ismail diulang tahunnya yang ke-80. Beliau menjelaskan bahwa generasi Indonesia adalah generasi nol buku, artinya generasi Indonesia tidak pernah membaca buku. Mereka lebih senang menonton dari pada mendengarkan, lebih suka berbicara daripada menulis. Sebagian orang mengatakan bahwa membaca itu tidak ada adzabnya. Itulah salah satu alasan mengapa generasi kita malas membaca. Itu pandangan yang salah. Membaca itu tetap ada adzabnya, yaitu kebodohan. Orang tidak membaca akan bodoh karena ia tidak pernah tahu informasi baru. Selain itu ada juga yang berpedoman bawa apa yang dibaca harus diingat. Pedoman itu salah. Sejatinya apa dibaca tidak harus diingat. Karena apa yang kita baca secara tidak langsung akan masuk ke bawah sadar kita. Suatu saat akan ingat dengan sendirinya.
Dalam membaca M.Faizi memiliki teknik tersendiri, sebagaimana yang dijelaskan dalam SLG. Beliau menjelaskan tentang (i) teknik membaca untuk mengutip, (ii) teknik membaca berbasis pengalaman, dan (iii) teknik membaca buku nonfiksi. Teknik membaca mengutip ialah (a) mengutip untuk bahan menulis, (b) apa yang kita kutip seolah-olah dipikirkan orang lain, dan (c) dalam mengutip sebutkan sumbernya.
Pertama, teknik membaca untuk mengutip. Membaca untuk bahan menulis. Hal ini berarti tujuan kita membaca adalah untuk mengutip sesuatu yang penting. Misalnya pernyataan, pendapat, dan pandangan seseorang. Kutipan tersebut bisa kita jadikan bahan untuk menulis, kemudian kita kembangkan menurut kemampuan dan pengetahuan kita. Apa yang kita kutip seolah-olah dipikirkan orang lain. Hal ini berhubungan dengan minat seseorang. Semakin banyak orang yang memikirkan hal yang kita kutip berarti itu adalah hal penting serta menarik. Kalau tidak orang lain tidak mungkin memikirkannya.Dalam mengutip sebutkan sumbernya. Hal ini bisa dibilang penting bisa juga menakutkan. Jika kita melanggarnya maka kita akan berurusan dengan hukum. Mengutip ibarat meminjam. Bukankah meminjam itu wajib izin dulu kepada pemiliknya? Begitu juga mengutip.
Kedua, membaca berbasis pengalaman. M.Faizi memiliki teknik yang unik, (i) setiap membaca buku ia selalu memberikan titik pada bagian yang penting, (ii) titik itu dibaca ulang, (iii) dampaknya imajinasi dan pikiran berlipat, (iv) meski tidak ingat, akan masuk ke bawah sadar, dan (v) beri tanda tanya pada bagian yang meragukan.
Setiap membaca buku ia selalu memberikan titik pada bagian yang penting. Titik ini diletakan di pinggir buku. Tujuan pemberian titik ini adalah untuk mempermudah mengingat. Unik bukan? Orang biasanya memberi tanda dengan stabilo atau diberi garis bawah .Namun hal tersebut hanya akan merusak pemandangan. Berbeda dengan tanda titik. Setelah selesai membaca secara keseluruhan bagian yang diberi titik tersebut dibaca ulang. Tujuannya agar kita lebih paham. Ketika kita sudah membacanya secara berulang maka hal ini akan menjadikan imajinasi dan pikiran berlipat. Karena sesuatu yang dilakukan secara berulang akan mengendap di pikiran kita dan akan lebih mudah untuk diingat. Meski tidak ingat, hal tersebut akan masuk ke bawah sadar dan dipastikan ingat pada saatnya dengan mengulang. Jika menemukan kata, kalimat, maupun paragraf yang meragukan maka berilah tanda tanya. Dan tugas selanjutnya adalah mencari tahu hal yang meragukan tersebut.
Ketiga, teknik membaca buku nonfiksi. Ia menyebutkan lima teknik yaitu, (i) manfaatkan indeks buku yang terletak di belakang, (ii) cari indeks yang sesuai dengan tema tulisan, (iii) buku yang tidak ada indeksnya tunda dulu, (iv) setelah indeks ketemu baru membaca, dan (v) tulis ulang apa yang kita baca.
Indeks buku sesungguhnya merupakan kunci dari buku yang akan kita baca. Indeks tersebut biasanya terletak di bagian belakang. Jika kita ingin mencari sesuatu kita bisa memanfaatkan indeks tersebut sebagai penunjuk buku. Misalnya kita ingin mancari materi tentang literasi, maka kita harus mencari kata literasi pada indeks. Jika kita sudah menemukan kata literasi, maka kita tinggal mencari halamannya kemudian membacanya. Catat hal-hal penting yang kita temukan ketika membaca.
Penjabaran di atas merupakan salah satu teknik membaca. Setiap orang tentunya memilki teknik membaca yang berbeda-beda. Namun yang terpenting dalam membaca bukanlah tekniknya. Akan tetapi niat dan kemauan kita. Percuma jika kita tahu teknik tetapi tidak mau membaca. Bukankah hal tersebut seperti orang tahu arah yang akan dituju, tetapi tidak mau berjalan.(*)
Penulis: Sri Wahyuni
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo,
Penggerakan Sekolah Literasi Gratis.
*Artikel telah dimuat Jawa Pos Radar Ponorogo, Edisi Oktober 2016.