Dana Desa: Sumber Baru Korupsi
Oleh: Sri Wahyuni
Bukan lautan hanya kolam susah // Indonesia selalu banyak masalah
Dari kasus KKN sampai narkoba // Dari maluku sampai malu semua
Orang bilang tanah kita surga // Kok korupsi dan kolusi membudaya
Orang bilang negeri ini reformasi // Masih banyak tikus-tikus berdasi
Masih ingatkah kita dengan lirik lagu di atas? Lagu yang dinyanyikan oleh pengamen cilik dan sempat viral di sejumlah media sosial. Video ini memperlihatkan seorang pengamen cilik yang bernyanyi sambil membawa ukulele. Sederhana, tapi jika dicermati lirik tersebut mengandung makna yang dalam. Bahkan bisa dikatakan sebagai sindiran halus bagi pemerintah.
Lirik tersebut sangat sesuai dengan realita Indonesia saat ini. Meskipun sudah 72 tahun merdeka, Indonesia masih terus diselimuti dengan beragam masalah, salah satunya korupsi. Korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan orang lain.
Dari waktu ke waktu kasus korupsi di Indonesia bukannya berkurang tetapi sebaliknya. Menurut Transparancy International (TI) untuk tahun tahun 2014 Indonesia menduduki peringkat ke 107. Sedang untuk 2015 dari 168 negara yang disurvei Indonesia berada di peringkat 88. Sungguh ironis. Korupsi seakan sudah menjadi budaya. Kebanyakan orang yang terlibat dalam kasus korupsi adalah orang yang memiliki kedudukan, mulai dari tingkat tinggi sampai tingkat rendah. Akhir-akhir ini KPK disibukkan dengan kasus baru, yakni korupsi di tingkat desa. Hal ini bermula dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pemerintah menggelontorkan dana desa lebih dari Rp 20 triliun.
Jika selama ini korupsi menjerat para pejabat setingkat menteri, pimpinan lembaga tinggi negara, gubernur, hingga bupati maka saat ini korupsi sudah mulai menjerat pejabat tingkat desa. Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak 2015 sampai 8 Agustus 2017 terdapat 110 kasus korupsi anggaran desa yang melibatkan 139 pelaku, yang terdiri dari 107 kepala daerah dan sisanya adalah perangkat desa. Tanggal 2 Agustus kemarin, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Pamekasan. KPK menangkap Bupati Ahmad Safi’i dan Kepala Kejari Pamekasan, Rudy Prasetya. Mereka menjadi tersangka suap dalam kasus penyelewengan dana Desa Darsok sebesar 250 juta rupiah.
Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak 2015 sampai 8 Agustus 2017 terdapat 110 kasus korupsi anggaran desa yang melibatkan 139 pelaku, yang terdiri dari 107 kepala daerah dan sisanya adalah perangkat desa.
Dana desa sesungguhnya adalah objek baru anggaran negara yang melebarkan pelaku korupsi hingga paling rendah: desa. Oleh karena itu penggunaan dana desa harus dikawal, dikelola, dan diawasi dengan baik. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain: (i) melibatkan pendamping desa dalam pengelolaannya, (ii) adanya pengarahan kepada kepala desa, dan (iii) BPD harus terlibat aktif.
Pertama, melibatkan pendamping desa dalam pengelolaannya. Kesuksesan pengelolaan dana desa sangat ditentukan oleh kinerja pendamping desa. Keterlibaan pendamping desa mulai dari tahap perencanaan hingga pertanggungjawaban keuangan terlkait penggunaanya. Jika dilakukan maka hal ini dapat mencegah penyalahgunaan dana desa. Hal semacam ini sudah mulai diterapkan di Kabupaten Buru, Maluku. Hasilnya luar biasa, tidak ada pejabat desa yang terlibat kasus korupsi di daerah ini.
Kedua, adanya pengarahan kepada kepala desa. Kepala Desa sebagai penyelenggata pemerintahan desa wajib paham dan mengerti tentang dana desa. Oleh karena itu Kepala Daerah di tiap-tiap daerah hendaknya diberikan pengarahan terkait bagaimana cara pengelolaan dana desa. Mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan untuk mengatur desanya supaya lebih maju.
Terakhir, BPD harus terlibat aktif. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus berperan aktif mengawasi pengelolaan dana desa. Mereka harus maksimal menyerap aspirasi dan mengajak masyarakat desa, mulai dari pemetaan kebutuhan desa, perencanaan, pengelolaan hingga pertanggungjawaban. BPD juga memiliki hak untuk mengawasi penyelengaraan pemerintahan desa.
Pengadaan dana desa tujuannya untuk memperkuat pembangunan di desa, mulai dari infrastruktur, jembatan sederhana, posyandu, dan pembangunan sarana peningkatan ekonomi seperti badan usaha milik desa. Itu adalah harapan indah kita. Namun, untuk mewujudkan semua itu diperlukan keterlibatan semua pihak untuk turut berpartisipasi dalam mengelola dana desa. Jika dana desa dikelola dengan baik maka hal ini akan menjadikan Indonesia menjadi lebih baik. Sehingga lirik lagu di awal tulisan tulisan tadi akan berubah menjadi seperti ini: Bukan lautan hanya kolam susu // Kail dan jala cukup menghidupimu. Tiada badai tiada topan kau temui // Ikan dan udang menghampiri dirimu. Semoga!
***
Sri Wahyuni adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sekaligus Panitia Sekolah Literasi Gratis (SLG) II STKIP PGRI Ponorogo.
Sumber: Duta Masyarakat edisi Senin, 4 September 2017.