Membaca: Sebuah Keterampilan
Ironi realitas membaca dunia pendidikan kita begitu sumbang terdengar. Dalam P’IRLS 2011 International Results in Reading menempatkan kemampuan membaca Indonesia pada peringkat ke 45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012). Melihat data tersebut maka kita dihadapkan kenyataan bahwa kemampuan baca siswa kita cenderung memprihatinkan.
Berdasarkan realitas kemampuan baca di atas, ada sedikit cerita tentang susahnya membaca. Hal ini penulis alami ketika berbicara dengan seorang guru yang selalu merasa cepat bosan ketika membaca. Selain itu rasa kantuk cepat menyerang. Apa yang dialami guru tersebut juga barangkali dialami oleh banyak orang. Dampaknya aktifitas membaca sering kali diabaikan (kalau tidak dinomorsekiankan). Dari sedikit pengalaman di depan menunjukkan kemampuan dan budaya baca kita masih rendah.
Menilik sedikit pengalaman guru tersebut, maka ada yang salah ketika melakukan kegiatan baca. Beberapa kesalahan yang umum dilakukan diantaranya (a) membaca tidak tahu apa yang akan didapatkan, (b) membaca bahan bacaan yang berat (buku filsafat, politik, ekonomi, dan sebagainya), (c) membaca tidak dibarengi dengan teori, dan berbagai persoalan lain.
Berpijak dari beberapa kesalahan membaca di atas, agar membaca menjadi sesuatu yang menyenangkan, baiknya perlu dipikirkan beberapa alternatif berikut ini. Pertama pikirkan apa yang ingin Anda dapatkan dari kegiatan membaca. Seperti halnya apabila ingin membeli baju di toko pakaian, maka ketika kita sudah di toko pasti akan langsung menuju stand baju, bukan stand celana atau kaos. Karena yang kita butuhkan di awal adalah baju, bukan celana atau kaos. Ilustrasi itu mengisyaratkan kita akan pentingnya fokus pada yang ingin kita cari/dapatkan dalam membaca.
Kedua, sebagai pemula hindari membaca bacaan berat yang justru akan membuat kita bingung. Ibarat kita masih tahap “belajar” sepeda motor tapi kita memilih naik sepeda motor gede (Moge). Kira-kira apa yang terjadi? Iya, kita akan kesulitan untuk mengemudikannya, minimal memahami teknik operasionalnya. Sama halnya dengan melakukan kegiatan baca, apabila langsung membaca bacaan yang berat, yang terjadi kita merasa cepat pusing, capek, dan ngantuk. Yang lebih parah kita bingung dan tidak paham isi bacaan. Maka dari itu penting dipikirkan untuk menyelaraskan jenis bahan bacaan dengan kemampuan baca kita.
Ketiga, hadirnya teori membaca untuk kegiatan membaca sekiranya perlu dipikirkan. Ibarat seseorang berlayar mengarungi lautan luas, maka membutuhkan bekal bermacam teori untuk menghadapi berbagai gejolak yang akan menghadang. Sama halnya dengan membaca, apabila tidak dibarengi dengan teori, maka terkadang kita kesulitan melakukan aktifitas baca. Sehingga, barangkali perlu dipahami beberapa teori dasar dan teknik membaca yang baik dan efisien.
Berbicara masalah teori membaca maka perlu direnungkan strategi membaca yang dikemukakan oleh Tony Buzan dalam bukunya Hernowo Quantum Reading. Bahwa dalam membaca ada beberapa langkah yang harus diperhatikan. Langkah tersebut diantaranya, (a) pengenalan, (b) peleburan, (c) intra-integrasi, (d) ekstra integrasi, (e) penyimpanan, (f) pengingatan, dan (g) pengomunikasian.
Pengenalan, pada hakikatnya merupakan sebuah pijakan awal dalam membaca. Seperti halnya orang yang akan jatuh cinta maka harus kenal terlebih dahulu dengan yang akan dicintainya. Maka dalam membaca pijakan pertamanya harus kenal terlebih dahulu dengan bahan bacaan yang yang akan dibaca. Melakukan anatomi singkat terhadap bacaan merupakan upaya untuk mengenal bahan bacaan. Bagian yang dianatomi adalah judul, nama penulis, ataupun daftar isinya. Diharapkan apabila tahap ini dilakukan, rasa cinta terhadap bacaan akan bersemi.
Peleburan, tahap ini menyiratkan proses membaca secara menyeluruh. Mata dan pikiran harus melebur untuk memahami kata perkata dan kalimat yang disampaikan dalam bacaan. Maka dalam tahap ini membutuhkan konsentrasi mata dan pikiran. Aktifitas ini tentunya harus ada sinergi yang baik antara mata dan pikiran. Sehingga kegiatan baca dapat berjalan dengan maksimal.
Intra-integrasi merupakan tahap ketiga yang menyiratkan pembaca untuk memahami dan mengaitkan antar kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, bab yang satu dengan bab yang lain. Hal ini bertujuan agar seorang pembaca mampu memadukan materi-materi yang disampaikan dalam bacaan kemudian dihubungkan dengan pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya. Sehingga akan terlihat apakah materi-materi tersebut berkaitan dengan pengalaman pembaca atau tidak.
Inter-integrasi menyaratkan pembaca untuk mengambil keputusan apakah materi yang disampaikan dalam bacaan tersebut dapat diterima atau tidak. Selain itu pendapat yang disampaikan oleh pengarang dapat diterima atau tidak. Maka disini penting akan pengetahuan dasar yang dimiliki oleh seorang pembaca. Sehingga pembaca mampu menilai bahan bacaan yang dibaca.
Penyimpanan, tahap menyimpan merupakan tahap penting dalam proses membaca. Ibarat panen, ketika seorang petani tidak dapat menyimpan hasil panenannya maka, kelak dia akan kebingungan ketika panenannya dibutuhkan. Sama halnya dengan membaca, apabila seorang pembaca tidak dapat menyimpan materi bacaan, maka dia akan kebingungan ketika materi tersebut dibutuhkan. Dalam hal ini menuliskan kembali intisari materi bacaan penting untuk dilakukan. Sehingga ketika materi itu dibutuhkann, seorang pembaca akan dengan mudah membuka lembaran-lembaran catatan inti sari tersebut.
Pengingatan, mengingat barangkali merupakan sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Hal ini didasari oleh ingatan manusia yang terbatas. Apalagi ketika ingatan tentang bacaan tersebut sudah tertutupi oleh ingatan-ingatan problematika kehidupan yang semakin kompleks. Maka dari itu perlu suatu cara agar ingatan kita tentang bacaan dapat terikat dengan baik di dalam otak. Salah satu alternatif dengan melalui Teknik Peta Pikiran. Melalui teknik ini pengetahuan dari bacaan tersebut dapat terikat dengan kuat.
Pengomunikasian, tahap terakhir ini menyarankan pembaca untuk mengkomunikasikan kembali inti sari bacaan yang telah didapatkan tadi. Dengan cara mengkomunikasikan kembali kepada orang lain. Proses mengkomunikasikan dengan orang lain tersebut memiliki berbagai manfaat, diantaranya, (a) sebagai upaya lain untuk mengikat makna atau intisari bacaan, (b) perantara hubungan sosial, dan (c) melatih seseorang untuk mengkomunikasikan sebuah gagasan.
Berpijak dari ketujuh tahap tersebut, pada hakikatnya membaca merupakan sebuah keterampilan. Sedangkan untuk menjadi terampil membutuhkan teknik dan metode yang harus diasah berkali-kali. Apabila teknik tersebut dapat dipahami, dikuasai, dan diterapkan maka hamparan pengetahuan dapat dijejaki. Selain itu jendela-jendela dunia dapat terbuka. //Selamat membaca!!//
Penulis: Edy Suprayitno, M.Pd.
Dosen dan Penggiat Literasi STKIP PGRI Ponorogo
*Artikel telah dimuat Jawa Pos Radar Ponorogo, Edisi September 2016.