Membangun Pelajar Bersastra
Belajar mengulas karya sastra dari hasil cipta sendiri, menjadi poin terpenting bagaimana sastra dapat mencerahkan pembaca. Karya sastra yang dibaca pembaca dan dicipta pengarang terkadang terjadi tumpang-tindih makna karena perbedaan pengalaman dan pengetahuan.
Dalam Olimpiade Sastra Indonesia VI (OSI) di STKIP PGRI Ponorogo, Minggu (20/5/2018), peserta diajak lebih dekat dengan karya sastra. Kegiatan itu diprakarsai Unit Kegiatan Mahasiswa Himpunan Mahasiswa Penulis (UKM HMP).
Sejumlah 42 peserta SMA/SMK/MA sederajat se-Karesidenan Madiun bersaing mempertahankan hasil ciptanya di hadapan para juri. Di antaranya adalah cipta artikel, cipta puisi, dan cipta cerpen. Dalam OSI bertema Mendunia dengan Literasi Sastra Berbudaya, ada juga pembacaan puisi karya para sastrawan Indonesia.
OSI merupakan wadah para pelajar untuk mengekspresikan segala hal. Itu mulai dari hasil pengalaman hidup, pengalaman indera, pembacaan buku, dan lain sebagainya. Lalu, dituangkan dalam karya sastra.
“Banyak hal yang dapat kita pelajari di kehidupan sosial, yang dapat diilustrasikan melalui karya cerpen. Beberapa karya saya terilhami dari proses pengalaman indera,” kata Sri Wahyuni, Bendahara HMP.
Salah satu sayembara paling populer adalah membaca puisi. Sekitar 20 peserta bersaing hebat. Mereka membaca puisi dengan suara super meskipun sedang berpuasa.
Sutejo, Pembimbing UKP HMP mengungkapkan, ada dua kata kunci, yaitu sastra dan budaya. Budaya sangatlah luas, mulai dari kebiasaan, mitos, sejarah, seni, dan lainnya.
“Kebiasaan sehari-hari seperti cara makan, berjalan, bertutur kata, dan bersikap merupakan bagian dari budaya,” ungkapnya.
Secara terpisah, Yuda Kretiyanto mengemukakan, salah satu tema yang dipilih panitia dalam sayembara menulis cerpen adalah cinta dan budaya. Pelajar remaja akhir rentan mendapati gejolak cinta, antara memiliki pasangan dan tidak memiliki alias jomblo menjadi problem fundamental bagi mereka.
Sementara tema budaya, sebagian remaja ada yang tekun menggeluti budaya, misal kesenian. Namun, ada pula yang tidak peduli. Pada hakikatnya, budaya adalah aset, emas di balik gurun.
Di akhir acara, diumumkan para pemenang. Panitia memberikan konstribusi uang pembinaan dan sertifikat bagi para juara di setiap mata perlombaan.
Laili Husnul Hidayah dari SMA N 1 Badegan berhasil memborong Juara II Sayembara Menulis Cerpen dan Juara III Sayembara Menulis Puisi. “Judul puisi saya Mengintip Dapur Budaya,” katanya setelah menerima hadiah kemenangan.
Pawarta: Suci Ayu Latifah
Mahasiswi STKIP PGRI Ponorogo, Panitia SLG STKIP PGRI Ponorogo.
Sumber: Harian Surya Surabaya, Jumat, 8 Juni 2018.
https://surabaya.tribunnews.com/2018/06/07/ini-cara-mendekatkan-sastra-pada-remaja.