Menulis yang Disuka
Sejumlah tiga mahasiswa dari kampus yang berbeda, tengah giat belajar menulis di Sekretariat Sekolah Literasi Gratis (SLG) Ponorogo, yang terhitung hampir seminggu ini, Kamis (10/8).
Suasana belajar menulis malam-malam itu, mereka manfaatkan untuk berdiskusi persoalan desas-desus di Indonesia, kemudian dilanjut bagaimana pembahasan itu dialihkan dalam bentuk tulisan, seperti opini, puisi, cerita pendek, argumentasi, dan lain sebagainya.
“Untuk menulis, saya lebih suka opini. Jadi, saya menulis opini,” ungkap Sri Wahyuni, mahasiswa Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Ponorogo ini.
Kesukaan menulis opini pun juga dirasakan Ayu, mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo angkatan 2015. Meskipun harus membutuhkan banyak referensi dari hasil bacaan, seperti buku, koran, jurnal, dan lainnya ia lebih eksis di bidang itu.
Pribadi juga suka cerita, tapi lebih pada cerita anak untuk saat ini, katanya.
Sri, juga sempat menyinggung bahwa dari beberapa tulisan yang pernah dikirim ke media, yang sering nongol adalah opini. Ia mengaku membuat opini lebih mudah sebab hanya membutuhkan tiga rumus. yaitu Apa, Bagaimana, dan Mengapa.
Berbeda dengan mahasiswa asal Universitas Negeri Malang (UM), yang biasa disapa Dita ini. Pihaknya karena suka berdebat, jadi ia memulai menulis dalam bentuk argumentatif.
“Mengawali proses menulis, saya mulai dari sederhana, seperti argumentatif. Kebetulan juga di beberapa media terdapat kolom tersebut,” tuturnya
Tidak saja sekadar berargumentasi, perempuan jurusan psikologis ini, juga mencari-cari referensi sebagai penguat argumennya. Pihaknya mencontohkan pemberitaan di salah satu koran, kemudian ia cermati dan pahami isinya. lalu ia bahasakan ulang (paraphrase) dengan kata-katanya sendiri.
Mulai dari meracik kata, memasang kata, dan terakhir menjahit kata. Ketiga mahasiswa itu memindahkan abjad yang berserakan di udara ke dalam layar monitor komputer.
Genap, sekitar dua jam masing-masing menulis. Tulisan itu kemudian didiskusikan bersama, lalu saling memberi komentar juga masukan agar tulisan tersebut semakin kuat dan berisi. Begitu merasa puas dengan hasil tulisan, barulah dikirimkan ke media. Baik media cetak maupun online. Atau, tulisan dibiarkan sejenak selama dua sampai tiga hari untuk dibaca-baca lagi, lalu dikirim ke media.
Ternyata, bagi mereka menulis dari bidang yang disukai itu sangat menyenangkan. Kendatipun, menulis seakan-akan melakukan perjalanan, meski berat, tapi di hati senang.
Pawarta: Suci Ayu Latifah
Mahasiswi STKIP PGRI Ponorogo