Pembelajaran Mukidi
Cerita tentang Mukidi sedang trend saat ini di media sosial baik washap, fb, maupun media sosial lainnya. Guyonan yang lucu dari cerita Mukidi mampu menarik dan membuat para pembaca menjadi penasaran dan tertawa sendiri. Dari mana asal mula cerita Mukidi, siapa mukidi juga tdak jelas, tetapi Mukidi telah melekat dalam benak para pembacanya. Ya Mukidi sosok tokoh yang sedikit lucu, konyol, sederhana dan kreatif menginspirasi kita bahwa Mukidi dapat menjadi alternative pendekatan dalam pembelajaran, bagaimana bisa?
MUKIDI sebagai pendekatan dalam pembelajaran singkatan dari Menyenangkan, Unik, Kreatif, Inovatif, Demokratis, dan Inspiratif. PP no. 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan nasional Pendidikan Pasal 19 ayat(1) yang berbunyi “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotifasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik, menjadi dasar acuan penerapan Mukidi.
Bagaimana kita dapat menerapkan pendekatan Mukidi? Masih ingatkah kita pada guru-guru kita yang pernah mengajar kita? Mungkin waktu di SD, SMP, atau SMA, mengapa guru itu selalu teringat atau kita kenang? Kebanyakan kita selalu ingat pada guru-guru kita karena orangnya baik, ramah, dan ngajarnya enak. Itulah salah satu alasan, mengapa pembelajaran harus menyenangkan? Ya perasaan senang akan mendorong munculnya motif, motof inilah yang memberikan energi untuk belajar. Karena itulah guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Suasana belajar yang menyenangkan akan tercipta jika diawali dengan hadirnya sosok guru yang dirindukan siswa, yakni guru yang humanis, perhatian, peduli, santun, ramah, bijaksana, bersahabat. Mengapa demikian? dalam teori belajar operan conditioning dapat kita sarikan jika seseorang mendapatkan stimulus yang menyenangkan maka akan terjadi respon pada stimulus unconditioning, singkatnya jika guru dapat hadir sebagai sosok yang menyenangkan maka siswa akan menyenangi apa yang akan diajarkan oleh gurunya.
Hadirnya sosok guru yang dirindukan siswa yang didukung dengan lingkungan belajar yang nyaman, dilengkapi dengan model pembelajaranya yang unik, artinya model pembelajarannya berbeda dari yang lainnya akan tercipta taman belajar yang menyenangkan. Model pembelajaran yang unik menuntut kreativitas guru dalam memilih strategi pembelajaran yang tepat, dan bervariasi, kreatif dalam memanfaatkan sumber belajar dan media pembelajaran, sebab kreativitas siswa dalam belajar sangat bergantung pada kreativitas guru. Kreativitas ditandai dengan adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya belum ada atau belum dilakukan oleh orang lain. Gibbs ( 1972) menyatakan bahwa kreatifitas dapat dikembangkan dengan cara memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Dalam hal ini siswa akan lebih kreatif jika; 1) dikembangkan rasa percaya diri dan hindarkan dari perasaan takut,2) memberi kesempatan untuk mampu berkomunikasi, 3) siswa diberi kebebasan untuk berfikir dan berkreasi, 4) guru tidak bersikap otoriter. Karena itulah guru harus senantiasa melakukan inovasi dan improvisasi,
Pendekatan Mukidi menerapkan pembelajaran berbasis demokrasi. Pembelajaran demokratis adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa seluas-luasnya untuk belajar, berfikir, bekerja dan membiarkan mereka membangun keilmuan sehingga siswa memiliki peluang untuk belajar membuka wawasannya sendiri. Suasana yang demokratis akan terbangun jika guru menyadari bahwa dia bukan satu-satunya sumber belajar, tidak merasa serba tahu dan serba mampu, tidak bersikap otoriter dan diitator, dan paling superior di kelas. Dalam pembelajaran demokratis siswa betul-betul sebagai subjek belajar bukan botol kosong yang pasrah untuk diisi dengan berbagai ilmu oleh guru. Untuk itu guru senantiasa dituntut untuk inovatif, mampu melakukan pengembangan, modifikasi, improvisasi strategi, model, media, dan lain lainnya, sehingga mampu mendorong dan mengispirasi siswanya untuk melakukan learning to learn ( belajar untuk menemukan cara belajar), itulah hakekat belajar yang sesungguhnya. Bagaimana? Apakah Anda mau menerapkan pendekatan Mukidi?
Penulis: Dra. Siti Munifah, M.Pd.
Dosen STKIP PGRI Ponorogo
*Artikel telah dimuat Jawa Pos Radar Ponorogo, Edisi Oktober 206.