Dua Hari sebelum Lomba Nenek Berpulang
Prestasi membanggakan ditorehkan tiga mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo. Aryn, Tyas, dan Miya dari Prodi Pendidikan Bahasa Jawa, meraih juara dalam lomba tembang macapat (LTM) tingkat Nasional yang diselenggarakan UNS Surakarta.
Dilema sempat membayangi benak Aryn Dwi Handayani, menjelang mengikuti lomba tembang macapat tingkat nasional yang diselenggarakan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Sebab, neneknya sedang terbaring sakit di ruang ICU. Pun, beberapa kali dia juga harus izin kuliah demi merawat si nenek.
Di sisi lain, patut disayangkan jika melewatkan lomba bergengsi tersebut. Karena itu, dia sempatkan waktu untuk berlatih menghadapi lomba. Dua hari sebelum pelaksaan lomba, nenek berpulag. Duka pun, menyelimuti keluarga Aryn.
Larut dalam kesedihan, bukanlah jalan yang baik untuk menghadapi ujian. Karena itu, Aryn memutuskan tetap ikut lomba. Dia harus bersaing dengan puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di berbagai pelosok negeri.
Awalnya, dia sempat pesimistis karena hanya menjalani latihan beberapa kali. Di babak penyisihan Aryn membawakan satu tembang wajib dan satu pilihan.
“Tembang wajib Dandang Guka Pengasih, sedangkan tembang piliha saya bawakan Sinom Pelog Enem,” kata Aryn saat dihubungi Radar Ponorogo kemarin.
Usai mendapat undian nomor urut tujuh, Aryn tampil di hadapan dewan juri dan puluhan peserta. Suaranya yang merdu dan notasi yang tepat membuat mereka takjub. Dia dinyatakan lolos ke final. Di saat bersamaan, dua temannya: Pitrias Rahayu dan Miya Aliful Lutfiana turut lolos ke babak puncak. Mereka bakal bertanding bersama tujuh peserta lainnya yang masuk final. “Bangga, ngga nyangka juga, satu kampus bisa masuk final semua,” lanjutnya.
Menggeluti dunia tembang sejak masih duduk di bangku SMP menjadi modal berharga bagi Aryn. Benar saja, dia dinobatkan sebagai juara I dalam ajang bergengsi antarperguruan tinggi tersebut.
“Kalau nenek masih hidup pasti bangga lihat cucunya pulang bawa piala juara,” ungkapnya.
Kebanggaan yang sama dirasakan Pitrias Rahayu dan Miya Aliful Lutfiana. Tyas—sapaan akrab Pitrias Rahayu—berhasil membawa pulang piala harapan II. Baginya, perolehan itu membuktikan bahwa delegasi asal kampus dari kota kecil dapat bersaing dengan perguruan tinggi di kota besar. “Kebetulan almarhum ayah dulunya dalang dan ibu sinden,” kata Tyas, sapaan Pitrias Rahayu.
Sementara itu, Miya yang masuk 10 besar menjadikan Raihan prestasi itu sebagai pengalaman sekaligus motivasi untuk terus berprestasi di bidang tembang macapat yang telah digeluti sejak SD. Dari situ pula, dia dapat mendalami cengkok dan nada yang baik saat nembang.
“Bangga bisa membawa nama almamater,” kata Miya.
Ketiganya bakal mendapatkan sambutan mengejutkan saat tiba di kampusnya hari ini. Pihak STKIP PGRI Ponorogo menyiapkan reward berupa keringanan biaya kuliah. Torehan prestasi itu sekaligus membuktikan bahwa Prodi Pendidikan Bahasa Jawa yang baru beriri pada 2017 lalu mampu melahirkan mahasiswa berkualitas.
“Semoga ini menjadi motivasi bagi kami untuk terus melahirkan bibit-bibit unggul yang bisa bersaing di tingkat nasional, bahkan internasional,” kata Kaprodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo, Fitriana Kartika Sari. *** (isd/ bar)
Sumber berita: Jawa Pos Radar Madiun edisi Kamis 28 Maret 2019.
Pewarta: Nur Wachid (Radar Ponorogo)