Mendaki Makna Literasi
Memahami literasi, yang sebagian orang menyebut sebagai kegiatan baca tulis, menurut Sutejo (sastrawan) seperti jalan-jalan di tanah surga, yang indah dinikmati. Konsep baca dalam literasi tidak terbatas hanya baca buku, melainkan bisa baca lingkungan, baca alam, baca malam, baca siang, baca bulan, dan baca apa saja yang kiranya dapat dibaca. Sedangkan tulis bisa tulis puisi, cerpen, artikel, novel, novelet, anekdot, berita, feature, opini dan tulis apa saja yang dapat ditulis. Literasi seperti ruang, memberi kenyamanan kepada penghuninya untuk menuangkan segala hal; keindahan, kerisauan, amarah, ide, gagasan, dan banyak hal-hal lain.
Dalam konsep keindahan, literasi itu sangat indah. Bener. Bahkan Prof. Djoko Saryono (staf ahli kemendikbud) menyebutnya sebagai akar pohon kehidupan. Selalu memunculkan nilai-nilai perjuangan, nilai kesejukan, nilai keindahan dan nilai kesenangan. Banyak hal yang dapat dinikmati melalui literasi, macam masuk dalam taman ilmu.
Literasi serupa jembatan penyebrangan, seperti pengalaman Khairil Anwar, Arswendo Atmowiloto, Taufik Ismail, Sapardi Djoko Damono, literasi serupa Bapak ke dua yang menuntunnya berkenalan menemukan dunia keindahan, dunia baru untuk menemukan yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Imajinasi menjadi salah satu kekuatan pemaknaan yang dahsyat, untuk melihat indeks yang jauh di suatu tempat. Bahkan imajinasi mampu melihat jelas di balik ruang bayang. Bahkan bisa menghantarkan pada suatu kenyataan, macam pengalaman M. Faizi (sastrawan Sandal Jepit) berkat literasi bisa sampai ke Jerman, juga M. Uki Astro berkat alir literasinya sampai menuntunnya ke Korea, juga Maman S Mahayana berkat dunia literasi yang lama digelutinya, dipercaya menjadi dosen tamu di Korea, masih banyak tokoh lain berkat literasi bisa menemukan dunia baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya.
Selain dari proses, hasil literasi pun juga sama memberikan keindahan, misal dalam bentuk karya tulis, seperti novel Ronggeng Dukuh Faruk karya Ahmad Tohari, kita bisa menikmati setting jauh ke belakang. Sebuah perkampungan yang miskin, tetapi masih memegang kuat kebudayaannya. Atau juga melalui cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku karya Seno Gumira Ajidarma, dengan dunia imajinasi yang kuat sampai-sampai orang tidak pernah berpikir dengan apa yang diceritakan dalam cerpen itu. Pembaca disuguhkan nuansa baru yang nyentrik, sekaligus bermakna. Juga macam puisi Jalan ini Rindu karya KHR. Achmad Azaim Ibrahimy, yang jika ditelisik lebih dalam seperti gubangan ilmu perjalanan yang sangat mendalam.
Ketika sebagai peraduan hati, literasi mampu menghantarkan seseorang menemukan kelegaan dan titik di mana hati akan menemukan tempat-tempat yang bermakna. Bahkan literasi mampu menyulap sesuatu menjadi keajaiban Tuhan lewat hati yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Seperti pengalaman Eni Kusuma tadi, tidak menyangkan kalau serpihan tulisannya selama menjadi pembantu di Hongkong memiliki pengaruh besar dalam kehidupannya,
Di akhir, bahwa peran literasi berpengaruh besar dalam kehidupan sosial saat ini, untuk menciptakan kehidupan yang indah. Banyak ruang-ruang penting yang perlu digali. Puncak literasi adalah pemaknaan. Ketika semua sudah dimaknai maka sistem akan berjalan dengan baik. Tidak ada pelanggaran lalu lintas, tidak ada sampah berserakan, tidak ada korupsi, tidak ada pembunuhan dan sebagainya. Itulah sejatinya, literasi digadang serupa sumber keindahan dalam berkehidupan. Seperti ungkapan Helvy Tiana Rosa “Bahwa literasi itu menenangkan pikiran dan nurai yang nyeri”.
Penulis: Nanang Eko Saputro, S.Pd (Alumni STKIP PGRI Ponorogo dan pengajar di Pengajar di SMA Negeri 01 Batu Sopang.
Artikel terkait dipublikasi Jawa Pos Radar Ponorogo, Edisi Juli 2017