Mengagas Guru Masa Depan
Seremonial peringatan hari guru telah usai, semua guru dan peserta didik melakukan upacara peringatan dengan khusyuk. Tetapi kita tidak boleh terlena dengan memaknai momen ini sebagai sebuah seremonial semata. Seremonial itu mari kita anyam ulang sebagai revleksi dan evaluasi bersama. Mari kita catat, empat lembaga survey Internasional sampai saat ini masih menempatkan pendidikan Indonesia pada posisi yang jauh dari kata puas. Pertama, Organization for Economic and Develompment (OECD) menempatkan Indonesia di urutan 64 dari 65 negara. Kedua, The Learning Curve menempatkan Indonesia pada posisi buncit dari 40 negara yang disurvei. Ketiga, survey TIMS and Piels menempatkan Indonesia pada posisi 40 dari 42 negara. Sedangkan keempat, Word Education Forum di bawah naungan PBB menempatkan Indonesia di posisi 69 dari 76 negara.
Itulah pekerjaan rumah yang berat untuk secepatnya diselesaikan. Jangan sampai keadaan demikian berlanjut menjadi momok yang memilukan. Peran pendidikan menjadi titik episentrum kemajuan peradaban, jelas tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Terlebih, situasi yang kita jalani sekarang berubah begitu cepat seiring datangnya revolusi industri 4.0. Era yang biasa disebut sebagai Revolusi Industri keempat, sebutan dari tren baru dan pertukaran data dalam teknologi industri, mencakup internet of things, sistem siber, cloud serta kecerdasan buatan.
Era 4.0, menuntut kita untuk memiliki seperangat kecakapan sosial, adab, serta daya kritis yang tinggi terhadap kejala kehidupan yang terjadi. Era ini telah banyak melahirkan bermacam jenis teknologi. Namun, sekali lagi kehadirannya ibarat mata pisau. Justu banyak melukai kita. Hal itu tentu tidak terlepas dari pengaruh masih kurangnya kualita pendidikan kita. Kelahiran teknologi itu berbanding terbalik dari tujuan aslinya. Hoaxs merajalela, media sosial menjadi bahan pergunjingan, mengadu domba, berkelai dengan teman, saudara bahkan orang yang belum kita kenal. Sampai perpecahan terjadi sana-sini. Seakan-akan teknologi memfasilitasi kita untuk mudah berbuat jahat. Padahal tujuannya tidak seperti itu.
Untuk itu jangan sampai pendidikan kita kehilangan roh sejatinya, sebagai agen perbaikan. Di tengah realitas ironi demikian, kehadiran guru dalam usaha perbaikan dan pengawalan kualitas sangat diperlukan. Sebab guru ibarat nahkoda kapal, yang siap membawa anak generasinya berlayar, menerjang gelombang ombak yang besar untuk menemukan daratan yang indah.
Memijam ungkapan Henry Brooks Adams, seorang guru mempengaruhi keabadian; ia tidak pernah mengungkapkan di mana pengaruhnya berhenti. Ungkapan tersebut perlu direnungkan bahwa guru sangat diperlukan sampai di mana tidak ada batas untuk berhenti. Guru dalam dekadensi modern saat ini merupakan agen perubahan yang sangat berpengaruh terhadap masa depan masyarakat, sosial, dan negara.
Di sinilah dalam menyiapkan peranan guru di masa depan dipersyaratkan memiliki kompetensi bidang keahlian yang sangat kuat. Kompetensi yang dimaksudkan bukan saja yang bersifat formal dengan menyiapkan teori dan skema ajar yang begitu runtut dan teoretis. Tetapi bagaimana guru perlu memiliki; (1) kecakapan pribadi (personal skil), meliputi bagaimana pentingnya menjadi guru sebagai panggilan hidup, (2) kecakapan sosial (social skill), (3) kecakapan akademik yang meliputi kompetensi diri, intelektualitas-senimannya, juga perannya sebagai pendidik holistik, serta (4) kompetensi literasinya, dalam usaha membuka wawasan lebih luas.
Kompetensi-kompetensi tersebut yang saat ini sangat dibutuhkan, untuk kembali menghidupkan roh pendidikan sebagaimana mestinya. Kecakapan pribadi tentu sebagai dasar yang akan memperkuat diri mengarungi belantara keilmuan.
Selain itu guru juga sangat perlu dan harus memiliki kecakapan sosial. Melalui kecakapan ini membuat guru tau apa yang dibutuhkan dari dunia pendidikan untuk kehidupan sehari-hari. Sehingga keilmuan tidak akan berhenti di dalam ruang-ruang kelas, melainkan akan berlanjut dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan akademik dan literasi, barangkali menjadi satu paket yang perlu untuk di update, tidak ada kata lulus dalam belajar dan mengembangkan wawasan, yang ada hanyalah guru harus terus dan terus belajar. Hal inilah yang kemudian membuat guru mampu menyesuaikan dengan setiap perkembangan zaman.
Penulis; Nanang Eko Saputro S,Pd.
Alumni STKIP PGRI Ponorogo dan Pengajar di SMA Negeri 01 Batu Sopang.
*Opini terkait telah dipublikasi Kaltim Pos, edisi Rabu November 2019
Next