Ujian Skripsi di Kebun, Ala Sutejo Ponorogo
Masa pandemi covid-19 tidak menyurutkan munculnya ide-ide kreatif. Layaknya Sutejo yang memiliki cara unik dan inspiratif untuk menguji skripsi mahasiswanya. Ujian yang biasa dilakukan di ruangan kini diadakan di ruang terbuka, tepanya di sebuah kebun milik sendiri, (Rabu,26/20)
Usaha ini dilakukan untuk memberikan kesan berbeda. Juga mengubah paradigma ujian yang menegangkan menjadi menyenangkan. Lelaki yang menjabat ketua STKIP PGRI Ponorogo itu ingin menjadikan ujian selayaknya berkebun, nyaman dan rileks.
Seringkali skripsi ditakuti mahasiswa karena mengalami kesulitan untuk menyusun. Tidak jarang banyak mahasiswa berhenti di masa-masa skripsi. Itu sangat disayangkan karena tinggal selangkah menuju tangga wisuda.
“Bimbingan dan ujian skripsi di kebun intinya saya ingin memberikan inspirasi bahwa menulis itu selayaknya bekebun maupun bertani. Jika dilakukan tekun dan sungguh-sungguh akan lebih mudah,” tutur Sutejo.
Bagi Sutejo, menulis skripsi ataupun menulis lainnya bisa mengambil filosofi berkebun. Dilakukan dengan sebaiknya, meghargai proses dan terakhir dilakukan tanpa paksaan. Seringkali mahasiswa terkendala menyusun skripsi karena tidak didasari dari hati. Apapun jika dilandasi rasa senang dan ikhlas akan menuai kebaikan. Inilah yang diharapkan Sutejo dari ujian skripsi unik itu.
Berkat bimbingan dan ujian di kebun beberapa mahasiswa lancar dalam menyusun skripsi. Satu dari delapan mahasiswa misalnya mampu menulis hingga 10 halaman dalam waktu semalam. Sebelumnya mengaku kesulitan dalam menyusun skripsinya, cerita lelaki yang hobi membaca itu.
Menariknya, Sutejo dalam menguji tidaklah sendiri. Tiga alumni STKIP PGRI Ponorogo diberi tugas untuk membantu dalam menguji mahasiswa. Ia menyebut penguji sebaya. Alasan melibatkan tiga alumni untuk memberikan kedekatan dan menguatkan rasa rileks ketika mahasiswa memaparkan hasil karyanya.
Mahasiswa serasa berdiskusi dengan teman sendiri, tidak selayaknya ujian pada umumnya. Tiga penguji, Sri Wahyuni, Iin Risma, dan Suci Ayu Latifah diharapkan mampu memberikan inspirasi dalam berkarya. “Mereka sudah banyak berkarya dari mahasiswa yang saya uji. Jelas memberikan kesan berbeda dan menginspirasi dalam melanjutkan kekaryaan,” tuturnya.
Sri Wahyuni mengapresiasi mahasiswa yang telah selesai dalam menyusun skripsi. Meskipun terdapat beberapa kesalahan namun secara keseluruhan sudah baik. Ia berpesan untuk melanjutkan proses kreatif menulis. Tidak terhenti ketika skripsi selesai, seperti kebanyakan mahasiswa tingkat akhir lainnya.
Ujian yang dilakukan di kebun tanpa adanya layar poyektor juga laptop. Penguji dan mahasiswa duduk berhadapan diantara pohon singkong yang melambai-lambai ditiup angin. Hawa sejuk, nyaman, dan tenang mengiringi proses ujian skripsi itu. Meskipun demikian, protokol kesehatan tetap di jaga dengan mengatur jarak dan memakai masker.
“Sesuatu yang baru bagi mahasiswa, biasanya ujian dilakukan di kampus. Terlebih membuat nyaman dan jauh kesan menakutkan ketika ujian,” tutur Rita Ristiani salah satu mahasiswa. red/Agus_Humas