Djoko Susilo: Alumni Aktivis yang Organisatoris
Sebagai alumni STKIP PGRI Ponorogo jurusan Pendidikan Bahasa Inggris tahun 1989, Djoko Susilo banyak memiliki pengalaman berorganisasi. Naluri sosialnya begitu tinggi sehingga tak bisa lepas dari kegiatan sosial masyarakat. “Berorganisasi itu panggilan jiwa, profesi guru adalah panggilan dunia dan akherat.” Ucap alumni yang kini menjadi guru PNS (2007) di SMKN 1 Ponorogo ini.
Lelaki yang terlahir pada 24 April 1968 ini memiliki perjalanan kerja yang lumayan panjang. Tahun 1993 dia bekerja sebagai guru di SMA Hudaya, 1996 di SMA PGRI, 2007 di SMKN 1, dan sejak 2003 di INSURI Ponorogo. “Perjalanan profesi keguruan itu menggoda dan menyadarkan. Banyak hal menarik sebagai bekal kehidupan yang perlu direnungkan.” Ucap lelaki yang kini menjadi wakil sekretaris PGRI Kabupaten Ponorogo
Tidak saja di lingkungan PGRI, lelaki lulusan PBI ini juga pernah menjadi ketua GP Ansor Ponorogo. “Naluri saya memang organisasi. Dia boleh dibilang kader muda NU yang tak mau diam, dia terus bergerak secara sosial.” Ucap Sutejo, yang juga sebagai Penasihat ISNU kabupaten Ponorogo.
Sebagai lembaga pendidikan, STKIP PGRI Ponorogo memiliki visi dan misi yang kuat. Menjadi perguruan tinggi yang unggul, professional, literat, peduli budaya, dan berdaya saing di tahun 2030. Djoko Susilo karena itu, merasa bangga dengan lembaga yang telah melahirkannya. “Suatu kebanggaan tersendiri menjadi bagian civitas akademika STKIP PGRI Ponorogo,” ucapnya dengan yakin.
Karir organisasi Djoko Susilo dimulai sejak menjadi mahasiswa. Ia pernah mengemban amanah sebagai Ketua BPM STKIP PGRI Ponorogo. Mantan Guru Bantu Ponorogo ini sudah mulai terlihat memiliki jiwa kepemimpian sejak aktif sebagai mahasiswa. Ia mampu mengorganisasi teman-teman untuk berkolaborasi menyukseskan program kerja BPM STKIP PGRI Ponorogo.
“Saya mendapatkan ilmu pengetahuan dari para dosen yang sangat berpengalaman, menginspirasi dan melakukan pengejawantahan yang sangat mendasar bagi kami para mahasiswa. Mewujudkan sebuah lembaga yang benar benar menjadi agen transfer of knowledge bagi calon guru adalah bukan isapan jempol, atau lipstik semata. Kebanggaan kami semakin bertambah dengan dukungan kampus terhadap unit kegiatan mahasiswa, berupa kerjasama senat mahasiswa SE kabupaten Ponorogo, misalnya, seminar pendidikan secara berkelanjutan di ingkungan kampus. Sehingga sinergi kedua hal tersebut mampu menghasilkan kompetensi calon guru yang lengkap dalam menghadapi tantangan guru yang sangat komplek di masa kini.”
Sementara itu, Sutejo yang kala Djoko Susilo menjadi mahasiswa baru saja menjadi dosen DPK di kampus literasi ini menilainya sebagai anak muda yang kreatif dan humanis pada masanya. “Saya masuk, dua tahun kemudian dia lulus. Mobilitas dirinya luar biasa, patut dicontoh.”
Sebelum mengakhiri perbincangan dengan humas kampus, lelaki aktivis ini tak lupa berpesan kepada para mahasiswa. “Jadilah bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi, karena itu yang akan membimbing pada jalan pendidikan yang sebenarnya, dan jadikan kampus sebagai rumah inspirasi! Small is beatifull. Inilah kampus terindah kalian.” Pungkasnya sambil menebar senyum. (Sapta Arif/ Agus Setiawan; Humas)