Belajar dari Ungkapan Penyair Thailand
Jangan hanya sebagai pembaca sejarah.
Tetapi, jadilah orang yang dicatat sejarah.
Ada yang menarik penyair dari Negeri Patani Thailand, Muhammad Rasul bin Kosim. Penyair yang biasa disapa Mahroso ini, saat menjadi pemateri di Sekolah Literasi Gratis (SLG) Ponorogo, lebih kental membicarakan terkait dunia penulis dan sejarah (history).
Menurut lelaki yang gemar membaca sejarah orang-orang hebat, seperti RA Kartini dan Pramoedya Ananta Toer, mengungkapkan menjadi penulis harus memiliki sekelompok komunitas yang aktif dalam bidang kepenulisan.
Berguru dan berdiskusi dengan orang-orang berpengalaman, juga dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan menulis. Selanjutnya, penulis juga diharapkan aktif berinteraksi dengan media massa dan toko buku.
Seseorang yang memiliki niat menjadi penulis adalah niat yang tepat. Pernyataan ini dimunculkan karena manusia memiliki garis ketakdiran berupa kematian. Penulis produktif ketika dihadapkan garis ketakdiran tersebut tidak akan resah maupun galau lagi. Intinya, meskipun jasad berada di bawah bumi, tetapi nama dalam karyanya tetap hidup di tengah-tengah dunia.
Karya tulisan tidak akan pernah lenyap dimakan dunia. Selama karya itu baik, dapat memengaruhi, memotivasi, serta menyadarkan seseorang yang membaca maka karya akan senantiasa dinikmati pembaca. Dengan begitu, tanpa sadar tulisan kita akan tercatat oleh sejarah. Meskipun pembaca secara umum belum mengetahui penulisnya, tetapi pembaca dapat mengetahui penulis melalui bahasa yang dilontarkan dan tulisan yang dituangkan dalam karyanya.
Di depan 100 peserta SLG, Minggu (11/12) Mahroso juga memberikan bekal menulis. Yaitu niat dalam diri dan tujuan menulis untuk pribadi dan bangsa. Seperti fenomena akhir-akhir ini, lelaki yang saat ini menempuh Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu, menekankan kepada peserta literasi, baik mereka dari kalangan pelajar, mahasiswa, guru, hingga dosen untuk menulis, menulis, dan berkarya. Karena tidak diragukan lagi, kekuatan dari isi tulisan yang disampaikan memiliki potensi besar bagi diri pembaca. Dengan aroma bahasa yang lembut, warna yang menggoda, dan kesan yang mengena. Itulah daya tarik kebaikan tulisan.
Menulis dapat membuat seseorang dikenal orang lain. Apalagi jika tulisan itu baik, maka akan memberikan energi positif bagi pembaca. Untuk itu, Mahroso di akhir sesi mengungkapkan, “Jangan hanya sebagai pembaca sejarah. Tetapi, jadilah orang yang dicatat sejarah.”
Sumber: http://www.sinarrakyat.com/2016/12/belajar-dari-ungkapan-penyair-thailand.html.
1 Komentar pada Belajar dari Ungkapan Penyair Thailand