IGTKI Bersama STKIP PGRI Ponorogo Dongkrak Pembelajaran Basis Cerita Anak
Dampak pandemi menggerogoti segala lini kehidupan. Selain sektor ekonomi, bidang pendidikan pun turut kendor. Anak-anak, tersebab pembelajaran berbasis online dinilai kurang semangat dalam belajar. Keresahan inilah yang dirasakan kelompok tenaga pengajar Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia (IGTKI) Kecamatan Ponorogo.
Berkerjasama dengan ‘Kampus Literasi Indonesia’ STKIP PGRI Ponorogo, Jumat (8/10), IGTKI melakukan pelatihan menulis cerita anak. Bertajuk Pendidikan dan Pelatihan Pembuatan Cerita Tematik Menuju Pembelajaran Student Wellbeing. Kegiatan itu berorientasi penerbitan buku dari kelompok tenaga pendidik IGTKI Kecamatan Ponorogo.
“Kami berencana menerbitkan buku cerita anak untuk usia PAUD dan TK. Selain, memiliki (guru-guru) karya kami bertekad membangun semangat belajar anak lewat cerita,” ungkap Nur, ketua panitia saat diwawancarai usai acara.
Perempuan berjilbab merah itu menambahkan, peluncuran buku akan dilakukan pada tanggal 25 November bertepatan dengan Hari Guru Nasional. Selain buku cerita anak, kami juga menerbitkan buku lirik lagu untuk anak usia PAUD dan TK.
Dalam kesempatan lain, Nurul Chikmia selaku Ketua IGTKI Kecamatan Ponorogo, berpandangan cerita anak yang disampaikan dengan memanfaatkan gerak, suara, ekspresi, dan sentuhan akan menarik anak. “Anak-anak akan senang dan ceria ketika mendengar cerita. Tentu, anak-anak kemudian semangat dalam belajar.”
Bertempat di gedung Graha Saraswati, peserta menulis cerita anak, sekaligus dosen PAUD STKIP PGRI Ponorogo dengan antusias mengikuti jalan kegiatan. Sutejo, selaku Ketua STKIP PGRI Ponorogo menyambut senang atas kerja sama ini. Lelaki penulis kondang sekaligus peraih penghargaan beritajatim itu memantik peserta lewat gayanya yang lincah.
Didapuk sebagai pemateri tunggal, Sutejo secara langsung mengajak berpikir peserta tentang karakteristik cerita yang menarik. Disampaikan tiga hal penting dari sebuah cerita anak, di antaranya mengesankan, bertokoh utama anak, dan penjiwaan total.
“Tulisan cerita anak lebih sulit dibanding cerita dewasa. Seorang penulis harus masuk dalam dunia anak, bahasanya, imajinasinya, dan konfik-konfliknya,” tutur lelaki yang akrab disapa tokoh pendidikan Ponorogo ini.
Pihaknya memberikan dua belas tips untuk menjadi seorang pencerita hebat. Di antaranya memperhatikan: keterbacaan kalimat sederhana, kesesuaian imajinasi anak, penggarapan tema sosial sekitar secara dramatic, bertokoh utama anak, selingi humor, gunakan alur maju, penyesuaian dengan kurikulum, pilih teknik cerita menggoda, jangan menggurui, atur rangkaian peristiwa, berani mengangkat tema kekinian, dan mampu membedakan cerita dengan dongeng.
Kedua belas tips di atas, secara gamblang secara jelas. Secara menarik dan memantik Sutejo memberikan contoh pembuatan cerita anak. Pihaknya, mengambil konflik persoalan saat menemani masa pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya.
Pada kesempatan itu pula, salah seorang peserta berani mempraktikkan bercerita. Adibah, bercerita tentang kisah bunga matahari dan bunga mawar. Kedua tokoh berdialog pada sebuah taman. Bunga matahari merasa tubuhnya sakit dan lemah. Sang pemilik bunga hari itu tidak memberi makanan berupa air. Akhirnya, berdoalah kedua tokoh meminta hujan kepada Pencipta. Tak lama, hujan pun turun. Keduanya senang dan bersyukur, serta kembali ceria.
Pesan moral dari cerita Bunga Matahari dan Bunga Mawar di atas adalah senantiasa kita hendaknya menyirami tumbuhan (bunga). Bunga juga termasuk makhluk hidup yang membutuhkan asupan untuk hidup.
Ririn, tenaga pengajar dari TK Ar-Rohman merasa senang dan semangat menulis cerita. “Saya akan lebih mendalami menulis cerita, setelah sempat berhenti,” ungkapnya.
Hal itu, juga dirasakan Endang Lestari, salah seorang dosen Pendidikan Anak Usia Dini STKIP PGRI Ponorogo. Pihaknya akan mencoba menulis cerita anak dengan tantangan baru mengirim di sebuah media cetak.
*Red/ Suci Ayu Latifah