Metodologi Ampuh dalam Menulis, Ini Penjelasan dari Dr. Sutejo
Penasehat Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN NU) Jawa Timur, Dr. Sutejo, M. Hummemberikan beberapa bekal sebelum menulis dalam kegiatan Sehari Bersama LTN NU Bondowosodan Temu Penulis di Graha NU Kota Kulon, Bondowoso, Ahad (10/10).
Dr. Sutejo mengatakan, tugas LTN NU adalah mengomunikasikan dan sebagai jembatan untuk menginformasikan semua aktivitas kegiatan pengurus NU dan warga nahdliyin melalui media.
“Sebelum menulis, langkah pertama yang harus dipahami adalah media yang akan digunakan untuk membuat karya tulis untuk siapa, karena hal tersebut juga menjadi tujuan tulisan kita,” ujarnya.
Ketua Litbang PCNU Ponorogo ini juga menyebutkan, bekal menulis tidak hanya membaca buku, tapi juga bekal pikiran karena menulis adalah apa yang penulis pikirkan.
“Bekal pikiran yang dimaksud di antaranya, menulis harus berpikir logis, kritis, analitis, sistematis, argumentatif,” lanjutnya.
Lebih lanjut, ia menguraikan bahwa berpikir logis adalah berpikir yang masuk akal, sedangkan berpikir kritis adalah berpikir yang mempertanyakan hakikat kebenaran.
“Terakhir berpikir analitis, yaitu berpikir dengan mengurai unsur yang akan kita tulis atau unsur yang akan dikaji,” lanjutnya.
Setelah berpikir analitis, katanya, kemudian berpikir sistematis, artinya tulisan harus ditulis secara runtut, seperti ada awalan, pembahasan, dan penutup. Menurut Penggagas Sekolah Literasi Gratis (SLG) ini, tulisan yang runtut salah satu ciri dan karakternya adalah mudah diikuti, baik pola pemikirannya dan susunannya.
Lebih lanjut, laki-laki pemenang sayembara penulis buku bacaan fiksi tingkat Jawa Timur di tahun 1998 ini menjelaskan, bahwa yang disebut berpikir argumentatif yakni berpikir yang berdasarkan logika, fakta, data hasil riset dan survei, informasi, serta hasil berpikir empiris atau berpikir sesuai dengan pengalaman realitas.
“Ada yang lebih penting dari hal tersebut, yaitu berpikir sebab akibat atau berpikir kausalitas,” ungkapnya.
Lulusan S1 IKIP Malang tahun 1991 ini menambahkan, selain modal berpikir sebelum menulis, juga ada modal mental.
“Modal mental yang dimaksud adalah harus memiliki keuletan, etos yang kuat, artinya tidak boleh gampang putus asa, harus bermodal enjoy atau senang. Penulis tidak akan pernah menulis jika tidak merasa nyaman dan senang,” tambahnya.
Menurutnya, tulisan merupakan ekspresi jiwa seorang penulis, maka tidak heran jika karya-karya sastra terkadang lahir dari sebuah kegelisahan seseorang. Berbekal pengalaman dalam menulis menurutnya tidak cukup, harus juga didasarkan pada indra manusia seperti mata, telinga dan sebagainya.
“Menulis juga didasarkan dari apa yang dilihat, didengar, dibayangkan, dirasakan, termasuk apa yang diintuisi, diimajinasikan. Jangan sampai kalian menulis yang tidak kalian ketahui,” tutupnya.
Penulis : Muhlas
Editor : Gufron