Kuliah Kerja Nukang
Ponorogo—Tidak ada program kerja pembangunan metafisik yang ditekankan pada awal pemberangkatan KKNT 2022 STKIP PGRI Ponorogo. Kelompok delapan yang mulanya lebih memilih melakukan pengabdian di berbagai sekolah dan TPA serta pemaksimalan sumber daya manusia di Desa Singgahan, akhirnya bergegas mengumpulkan bambu dan meminjam alat-alat untuk digunakan dalam pembuatan gapura makam, Sabtu (5/2) lalu.
Pembuatan gapura makam ini adalah salah satu inisiasi dari kepala Dukuh Putuk Suren. Yoga, lelaki yang masih muda itu memberikan tantangan kepada mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Terpadu (KKNT) STKIP PGRI Ponorogo untuk membuat dan mendirikan gapura di makam Godang.
“Jika gapura itu bisa didirikan, masyarakat akan sangat berterima kasih,” candanya.
Mahasiswa KKNT STKIP PGRI Ponorogo yang juga memiliki bakat terpendam dalam dunia pertukangan akhirnya turun tangan. Beberapa yang memahami desain langsung antusias untuk merancang pembangunan gapura bambu tersebut.
Riangga yang menjadi komando dalam kegiatan itu, tak sungkan mengarahkan temannya untuk mencari bahan-bahan yang diperlukan, seperti bambu, paku, semen, cat, dan pylok. Dengan tanggap ia membagi tugas pada setiap komponan yang akan diselesaikan.
“Sebenarnya tidak sulit kalau mau bekerja sama, kuncinya harus telaten,” ungkap Riangga Prahara Tama, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Angkatan 2019.
Pembangunan gapura ini tentu mengejutkan Tim Monitoring dan Evaluasi KKNT STKIP PGRI Ponorogo. Pasalnya, pembangunan metafisik secara besar-besaran memerlukan pertimbangan waktu, tenaga, usaha, dan biaya tentunya. Namun keterkejutan itu berhasil ditakis dengan pernyataan mahasiswa KKNT tentang pembangunan gapura bambu, bukan gapura dari batu-bata.
“Kalau KKNT-nya lebih dari satu bulan, mungkin baru bisa buat gapura beneran,” kelakar Lusy Novitasari, salah satu anggota Tim Monev KKNT STKIP PGRI Ponorogo.
Pembangunan gapura ini didukung penuh oleh masyarakat. Tanah dan semen yang digunakan sebagai penguat juga berasal dari warga setempat. Bambu-bambu yang digunakan juga merupakan sumbangsih dari masyarakat Dukuh Putuk Suren. Pembuatan gapura ini merupakan uji kreatifitas bagi mahasiswa KKNT Desa Singgahan.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan berdirinya gapura bambu, tim KKNT sempat ragu mengingat curah hujan di Desa Singgahan lumayan tinggi. Tidak hanya sore atau malam, pagi hari langit sudah tampak menghitam. Ini merupakan kendala tersendiri bagi mereka. Namun, hal itu mampu disiasati.
“Kalau hujan kami tidak bisa bekerja, nunggu reda dulu,” ungkap Yusron Ali Sya’bana, mahasiswa KKNT.
Secara terpisah, kegiatan ‘Grebek Posko’ yang disinggahi oleh Ardian Pitra bersama Tim Humas STKIP PGRI Ponorogo turut memberikan apresiasi penuh terhadap kerja keras dan kekompakan kelompok delapan dalam proses perakitan gapura tersebut. Dalam ‘Grebek Posko’ tersebut Miftahussalam menunjukkan papan nama dukuh yang baru dicat. Ia lalu menceritakan mengenai pembangunan gapura bambu tersebut. “Ini permintaan dari Kamituo Dukuh Putuk Suren sebagai peninggalan dari mahasiswa KKNT, kami siap menerima tantangannya,” ungkapnya.
Pada minggu terakhir KKNT STKIP PGRI Ponorogo, tepatnya hari Sabtu (19/2) lalu, gapura itu dapat berdiri dengan nuansa klasik dan meneduhkan. Yoga, selaku Kepala Dukuh Putuk Suren memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada mahasiswa KKNT yang telah berupaya penuh dalam pembangunan gapura tersebut.
“Saya awalnya hanya bercanda, eh ternyata dianggap sungguhan oleh mahasiswa KKNT. Ini menunjukkan bahwa mahasiswa itu mampu berpikir cepat mengambil tindakan. Kreativitasnya luar biasa,” pungkasnya. []
Pewarta: Yeni Kartikasari
Penyempurna: Sri Wahyuni