Lestarikan Budaya, Desa Singgahan Nyalakan Kecintaan pada Seni Karawitan
Ponorogo – Setelah dua tahun, gamelan milik Joko mematung di ruangan. Pagi itu, (12/2) alunan gending Jawa mulai terdengar kembali. Warga tersenyum, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Terpadu (KKNT) STKIP PGRI Ponorogo menyambut balik dengan sumringah. Gamelan itu kini berfungsi kembali.
Sirman, seorang paruh baya yang menjaga gamelan milik Joko tersebut menceritakan bahwa belum ada generasi yang melanjutkan kesenian itu. Sehingga, gamelan yang ditinggalkan pemiliknya belum pernah tersentuh kembali. Terbukti dengan debu-debu yang tebal dan beberapa alat yang masih berantakan. Ketika mahasiswa KKNT Desa Singgahan menawarkan untuk belajar dan berbagi pengalaman, Sirman tampak gembira. Pasalnya, ia juga memiliki harapan tinggi supaya kesenian karawitan dapat hidup kembali di Desa Singgahan.
“Gamelan ini bagus, terbuat dari besi. Dulu dalang-dalang kondhang sering mencocokkan laras di sini. Bahkan Pak Wahyo yang menjadi pengendhang Ki Anom Suroto pernah berkunjung kesini,” ungkapnya.
Tentu sebuah kesempatan besar bagi kelompok KKNT Desa Singgahan dapat bertemu dengan Sirman. Dalam kesempatan itu, Sirman menuturkan bahwa selama pandemi Covid-19, gamelan di rumahnya tak pernah dimainkan. Sehingga para sesepuh dan pemuda kehilangan jejak untuk meneruskan seni karawitan tersebut.
Pemain karawitan atau biasa disebut sebagai niyaga sebenarnya tersebar banyak di Desa Singgahan. Para niyaga tersebut merupakan sesepuh dan pemuda yang dahulunya kerap ikut serta dalam pewayangan. Tak jarang pemuda-pemuda yang lihai dalam bermain gamelan juga menuntut ilmu di sekolah. Lebih lanjut, kelompok KKNT menggali banyak informasi dari dalang yang kerap mengisi pagelaran di Ponorogo itu. Sirman yang dulunya berprofesi sebagai dalang mengatakan bahwa seni karawitan adalah seni bermain musik yang melegakan.
Desa Singgahan kaya dengan seni karawitan, Kelompok KKNT yang berada di desa tersebut juga kerap menjumpai ibu-ibu yang mengenalkan diri sebagai sinden. Suara yang jernih dengan cengkok yang khas adalah warna bagi kesenian di daerah itu.
Berbekal niat dan keinginan mahasiwa KKNT untuk melestarikan budaya di lingkungan setempat, hadir Arya Galih sebagai pengendhang yang menjadi nahkoda dalam bermain gamelan. Mahasiswa KKNT sengaja mengundang dalang sekaligus konten kreator tersebut untuk berkolaborasi dalam mengenalkan kesenian itu.
Menggaet siswa SDN 1 Singgahan, latihan karawitan berlangsung meriah. Sebagai bentuk pengenalan, Arya Galih mulai menyebutkan nama-nama gamelan beserta cara memainkannya. Tak segan lelaki itu memancing gelak tawa untuk memikat hati siswa. Sementara itu, tiga mahasiswa yakni Aryn Dwi Handayani, Yeni Kartikasari, dan Kresma Ramli Salfani yang duduk diantara siswa, dengan telaten mengajari cara menabuh gamelan sesuai instruksi Galih.
“Meski dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, saya senang bisa mendampingi siswa latihan karawitan. Ini mengingatkan saya ketika sekolah,” ungkap Yeni.
“Kegiatan ini merupakan upaya kita untuk mengenalkan seni tradisi budaya Jawa. Sebagaimana peribahasa yang mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Kita berusaha mengenalkan terlebih dahulu seni tradisi karawitan ini untuk menumbuhkan kecintaan generasi muda pada budayanya sendiri,” tutur Kresma Ramli Salfani, mahasiswa Pendidikan Bahasa Jawa.
Di lain pihak, Arya Galih mengaku gembira dapat berbagi ilmu dan pengalamannya selama di dunia pedalangan. Meski jarak yang cukup jauh, tetap ditempuhnya demi upaya menghidupkan harapan baru seni karawitan di Desa Singgahan.
Pewarta: Yeni Kartikasari, mahasiswa KKNT Desa Singgahan.
Editor: Sri Wahyuni