Mantap di Dunia Pendidikan Andri Istiyawan Ungkap Pengalaman Menjadi Guru
Perjalanan Andri Istiyawan sebagai abdi negara ‘guru’ patut diacungi jempol. Pasalnya, sejak duduk di bangku kuliah, lelaki berperawakan tinggi-besar ini telah mencurahkan tenaga, pikiran, dan perasaan di dunia pendidikan. Perjuangannya bersama calon penerus bangsa mengingatkan saya pada buku Menjadi Guru Inspiratif: Menyemai Bibit Bangsa (Bentang Pustaka, 2012) karya Ahmad Fuadi. Buku tersebut berisi kumpulan kisah guru-guru inspiratif, ‘petani peradaban’ versi Fuadi.
Belasan tahun menjadi pahlawan tanpa tanda jasa membuat Andri mudah mengakrapi para pelajar di tempat mengajarnya yang baru. Setelah dinyatakan lulus CPNS Pemprov Jawa Timur formasi tahun 2019 dirinya kini mengajar di SMA Negeri 1 Plosoklaten Kebupaten Kediri. Sesuai formasi yang dipilih dirinya mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia.
Tercatat sebagai lulusan STKIP PGRI Ponorogo tahun 2012, perjalanan menitih karir sebagai guru sebelumnya pernah mengajar di SMK Ki Hajar Dewantara Slahung Ponorogo. pengalamannya di sekolah kejuruan itu sejak 2011 hingga 2019.
“Rejeki dari Allah. Semakin panjang perjalanan di dunia pendidikan, semakin matang pula menghadapi ribuan tantangan di dalamnya,” ungkap Andri, alumnus jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia itu, (25/3).
Pihaknya bersyukur berkat kuliah di kampus keguruan, ilmu-ilmu mengajar sangat membantunya. Mulai dari menghadapi siswa di kelas, mengajar dengan menyenangkan, membantu belajar siswa, hingga mendampingi dan menangani siswa bermasalah. Pertemuan dengan para dosen berkompeten dan berdedikasi tinggi menyempurnakan misinya menjadi guru profesional. Pembelajaran yang berkesan dan mendalam membuat materi mudah dipahami dan diterima secara utuh. Karenanya, hal-hal tentang keguruan dipraktikkan Andri, mantan ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Himpunan Mahasiswa Penulis (UKM HMP) saat di sekolah.
Selain itu, pengalaman aktif dalam organisasi membuat Andri dipandang sosok guru berbeda. Tidak saja mengajar, lelaki yang kini berdomisisi di Dusun Bulurejo Desa Kawedusan Kecamatan Plosoklaten Kediri, juga mengajarkan dunia tulis-menulis. Banyak siswa yang dibimbing memenangi perlombaan menulis.
“Di tempat baru, saya diminta kepala sekolah mengisi kelas jurnalistik,” tutur lelaki beranak satu itu.
Ia pula, telah menciptakan karya inoatif e-library SMAN 1 Plosoklaten sebagai produk LATSAR CPNS. Di laman google e-library tersebut pihaknya menampilkan buku-buku fiksi dan non-fiksi yang dapat diakses semua orang. Mulai dari buku-buku seri Tere Liye, resep menulis, bahan ajar, dan banyak di antaranya.
Sebelum itu, bersama sahabat literasi di Ponorogo, Andri telah menerbitkan buku kumpulan puisi “Hujan dalam Kopiku” (2019) dan “Testimoni” (2020). “Menulis bagi saya itu modal hidup. Dari menulis selain hobi, adalah bagian dari impian,” ungkapnya.
Pihaknya ingat, salah satu pesan dosennya, Sutejo, sehebat dan sepandai-pandainya ilmu seseorang apabila tidak pernah ditulis akan hilang. Pesan itulah yang kini ditanam dalam benak lelaki yang pernah bergabung dengan Primagama dan TBB Gajah Mada. Karenanya, tidak heran kampus sarjananya kini banyak dikenal sebagai ‘kampus pelopor literasi’.
“Beruntung, dulu kuliah di sana, bukan di kampus lain. Bakalan berbeda cerita hidup ini,” guraunya saat mengenang masa-masa kuliah.
Andri mengakui, berkat belajar di kampus jalan Ukel itulah perjalanannya hidupnya tertata. Menjadi guru profesional dan penulis seperti yang diimpikan. Karenanya, pesan Andri kepada generasi muda, sandarkan mimpimu di tempat yang tepat. Ingin menjadi guru, penulis, wartawan, editor, dan lainnya akan mewujudkan mimpi secara nyata, bukan sekadar ilusi.
Di pungkasan, lelaki beristri ini mengungkapkan, sebagai kampus tertua di Ponorogo tentu STKIP PGRI Ponorogo semakin mantap mengantarkan pada cita-cita guru profesional. “Saya jelajah, banyak sekolah di Ponorogo para tenaga pendidiknya dari lulusan STKIP,” ungkap lelaki, juga desainer Lentera Art.
Pewarta: Suci Ayu Latifah_Humas