Alumnus STKIP PGRI Ponorogo, Nita Ayu Cahyaningrum Ajak Pelajar Suka Bahasa
Ketakutan tidak lagi dirasakan Nita Ayu Cahyaningrum. Menjadi tenaga pendidik anak-anak sekolah menengah atas bagian dari keseruan hidupnya. Mengajar dengan berbagai latar belakang siswa membuatnya lebih berproses lebih baik. Setiap kali bertemu pelajar baru, dirinya menyulap diri. Sosok yang akrab disapa Nita membentuk dirinya laiknya ibu, kakak, juga teman bagi pelajar di SMAN 1 Pulung Ponorogo. Bagi Nita, mengajar adalah panggilan jiwa-hati dan sebuah pengabdian dalam hidupnya.
Suka-duka mengajar mengiringi perjalanan karirnya. Sosok ibu berparas cantik ini menikmati tantangan luar biasa dalam mengabdi di dunia pendidikan. Di mulai dari mengajar di salah satu Taman Kanak-Kanak daerah Sawoo, sekitar dua tahun tercatat pada 2013. Dirinya kemudian mencoba tantangan baru bersama pelajar yang mulai tumbuh dewasa di tahun 2017 sampai sekarang. Selain itu, pernah pula menggantikan salah seorang guru di SMA Muhammadiyah Ponorogo.
“Pernah merasa terpuruk tidak bisa mengajar dengan baik. Saya tidak memiliki saudara yang bekerja di dunia pendidikan untuk mengarahkan. Syukur, Allah menunjukkan jalan bagi saya,” cerita alumnus STKIP PGRI Ponorogo tahun 2017.
Di kenal lewat pribadi cerdas, sosok ibu dari Maheswari Venus Nazeefah, tidak saja mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia. Putri dari pasangan Sugianto-Tugiyah membina Karya Tulis Remaja dan Jurnalistik di sekolah yang sama. Berkat pengalaman bergabung dengan organisasi kampus Himpunan Mahasiswa Penulis, kini ia mampu menularkan keterampilan menulis kepada pelajar. Beberapa siswa telah meraih prestasi berkat pendampingannya menulis, seperti lomba menulis artikel.
Peraih juara I lomba menulis esai di Balai Bahasa Jawa Timur semasa kuliah juga mendapat kesempatan menghadiri Seminar Pemuda Penggerak Cinta Bahasa Indonesia di Surabaya. Sehingga, kecintaannya terhadap bahasa tidak perlu ditanyakan ulang. “Lebih dekat pasti. Program studi Bahasa dan Sastra Indonesia membuat saja jatuh cinta pada bahasa dan karya-karya sastra.”
Mengulik cerita ibu kelahiran 1994, pembelajaran bahasa Indonesia termasuk materi yang membosankan bagi pelajar. Nita mengatasi problem ini melalui beragam strategi pembelajaran supaya pelajar menyukai materi yang dibawakan. Ice breaking dihadirkan di awal saat pembelajaran. “Untuk strategi pembelajaran, saya selingi dengan kegiatan-kegiatan yang bisa melepas kebosanan. Seperti permainan saya hubungkan dengan materi. Setelah pemberian materi, saya lakukan sesi tanya-jawab secara lisan.”
Lebih lanjut, warga Dukuh Kleco Desa Sawoo Kecamatan Sawoo Ponorogo, menjelaskan pentingnya komunikasi antarpelajar. Menyoal komunikasi-interaksi, perempuan berjilbab ini banyak belajar dari dosen-dosen di kampus sarjananya. Diceritakan, dosen-dosen di kampusnya memberikan strategi mengajar baik, merangkul, dan memotivasi mahasiswa suaya dapat berkomunikasi di depan umum. Tidak saja itu, Sutejo, dosen idolanya banyak memberikan wejangan bagaimana memaknai hidup.
“Beliau mampu membangkitkan motivasi saya, sehingga bisa seperti ini. Saya ingat waktu diberi dukungan menulis esai untuk dilombakan. Mulanya tidak percaya diri tetapi beliau tidak berhenti memberikan semangat kepada saya dan beberapa mahasiswa kala itu,” ceritanya mengingat momen-momen berkesan semasa kuliah.
Sebagai alumnus predikat cumloude, Nita mengungkapkan STKIP jembatan meraih impiannya. Karena itu, dirinya berpesan kepada generasi muda bahwa proses yang baik, kuat, dan memiliki sinergi dahsyat dapat mewujudkan impian menjadi kenyataan. Restu orang tua dan patuh terhadap guru membukakan kemudahan dalam segala hal. “Saya percaya dukungan dari orang-orang terdekat adalah doa untuk masa depan saya.”
Pewarta: Suci Ayu Latifah
Previous