Fatah Andika, Misteri Rezeki Jodoh dan Tantangan di Tanah Papua
Fatah Andika, bukan lagi warga Madiun, Jawa Timur melainkan kini telah menjadi warga Papua. Bermula merantau bersama paman dan bibi di tahun 2017, rezeki dan jodohnya bertemu di sana. Ia masih tidak percaya mendapati keduanya di tanah ujung Timur Indonesia. Terlebih, saat mendengar anak-anak menyebutnya ‘Pak Guru’.
Saat diwawancarai melalui WhatsApp akhir Maret 2022, Fatah menolak pertanyaan tentang cita-cita menjadi guru. Profesi tersebut tidak ada dalam daftar pencapaian hidup. Lelaki kelahiran 20 Januari ini lebih suka dunia bisnis seperti yang pernah digeluti semasa kuliah, yakni membuka angkringan dan memproduksi ulang barang-barang bekas. Namun, namanya takdir adalah misteri. Tuhan memiliki rencana yang tak kalah indah.
“Menjadi guru di sini berat tidak seperti di Pulau Jawa. Keluar dari rumah, tantangan di depan mata. Menuju SMP Persiapan Negeri Siret menempuh waktu paling tidak sejam. Itu pun bisa dibilang cepat karena naik perahu mesin 85 PK. Beda cerita kalau naik perahu mesin 45 PK bisa menempuh waktu 2 jam di atas air,” cerita lelaki alumnus STKIP PGRI Ponorogo tahun 2015.
Ombak kurang bersahabat sering sekali menyurutkan lelaki berperawakan tinggi kurus berangkat mengajar. Dirinya, tidak mungkin melakukan perjalanan laut saat cuaca tidak baik. Pengemudi perahu pun urung narik penumpang. Jalan terakhir, ia akan menunggu ombak tenang. Lima tahun di pesisir Selatan Papua, cinta membuat Fatah tegar. Melihat antuasi pelajar Papua semangat belajar menepis pikiran negatif putus asa sekalipun kepedihan itu nyata. Mulai dari sarana prasarana, fasilitas, buku, jaringan internet, transportasi, bangunan sekolah, dan lain sebagainya. Cerita Fatah, pasokan buku-buku materi sangat diperlukan. Buku tersebut menjadi media utama bagi sekolah-sekolah pedalaman. Mereka tidak cukup mengandalkan jaringan wifi satu jam tarifnya sepuluh ribu.
Begitu pula, telepon genggam belum dimiliki setiap keluarga. Listrik, memanfaatkan diesel yang nyalanya pukul 16.00-22.00 WITA. Itulah, dikatakan tantangan mengajar di Papua dan Jawa berbeda. Di Papua, guru secara totalitas sebagai penyampai materi, sedangkan siswa sebagai pendengar. Hal itu dilakukan guna mewujudkan implementasi kurikulum K-13. Perbedaan lain, pelajar tidak setiap hari masuk sekolah. Mereka mendapat toleransi pergi ke hutan memangkur sagu untuk kebutuhan makan.
Warna-warni di tanah Papua, benar-benar ditelan lelaki kelahiran 1994 itu. Dirinya tidak dapat membendung tangis saat awal-awal berkenalan dengan lingkungan dan ketika dipanggil ‘pak guru’. Panggilan itu sebentuk penghinaan lantaran mengingat masa lalunya kurang disiplin. Berpikir positif menjadi jalan pamungkas. Tuhan sedang menguji dirinya menjadi orang tua sekaligus guru bagi pelajar Papua.
Tercatat sebagai guru kontrak daerah sejak tahun 2017 di SMP Yapis Agats, Fatah memiliki tanggung jawab mencerdaskan anak bangsa. Di sekolah itu, ia tekuni selama dua tahun. Tanggung jawab mengajar pun semakin bertambah ketika dirinya dinyatakan lolos CPNS 2018 di lembaga pendidikan SMP Persiapan Negeri Siret.
Lelaki yang pernah menjabat sebagai ketua UKM Futsal semasa kuliah, segera mengkonstruksi diri berpikiran dewasa dan terbuka. Banyak hal yang ia persiapkan sebelum bertemu pelajar. Begitu juga mematangkan strategi pembelajaran siswa berbeda adat. Pendekatan adalah cara Fatah menyentuh mereka. Anak-anak memerlukan dorongan belajar lebih ekstra. Pasalnya, minat belajar mereka bisa dibilang rendah lantaran fasilitas buku kurang dan jaringan internet mengandalkan aksi aksi dari Kominfo.
Semakin ke sini tantangan di lembaga formal membuat adrenalinnya semakin terpacu. Di tahun 2017 hingga sekarang, dirinya bersama tiga guru dari sekolah lain diberi amanah sebagai tim penyusun kisi-kisi mata pelajaran bahasa Indonesia untuk ujian nasional. Dirinya pula, pada tahun 2019 mewakili sekolah mengikuti pelatihan K-13. Mendapati kesempatan ini, kepercayaan diri Fatah bertambah. Kedewasaan berpikir membuka peluang-peluang besar di dunia pendidikan.
“Saat di kelas, saya meniru hal-hal yang dilakukan dosen-dosen semasa kuliah. Ragam metode pembelajaran saya praktikkan supaya anak-anak tidak jenuh. Yang pasti, membuat mereka senang dengan mata pelajaran bahasa Indonesia. Teknik bercerita humor, juga saya lakukan guna mencairkan suasana. Saya yang mulanya tegang saat diperjalanan akhirnya juga lebih tenang selepas mendengar tawa mereka,” cerita Fatah yang kini menjadi sekretaris PKBM (ujian paket) di rumah Siret Cerdas.
Di jalan Yapis, Agats, Asmat, Papua Fatah tinggal bersama istri dan anaknya. Tak hanya menjadi guru, jiwa bisnis dijalankan bersama istrinya, Rahmawati Taher. Tahun 2020, mereka membuka warung mie ayam dan bakso. Membawa racikan bumbu rahasia dari tanah Jawa, dirinya mendirikan warung di dekat rumah. “Banyak yang suka. Tidak pernah sepi, sampai saya membutuhkan seseorang untuk membantu.”
Pernah terpikirkan hampir melarikan diri dari tanah Merauke, kini Fatah mantap di sana. Kenyataan hidup benar-benar ia jalani sampai merasa tidak perlu lagi ke Jawa. Tuhan telah memberikan semuanya di sana. Dirinya berpikir, di Jawa belum tentu mendapatkan pekerjaan mapan sebagai guru. Begitu pula, kehidupan rumah tangga yang penuh cinta. “Hafizah Anisa Azzahra adalah bukti cinta, juga anak-anak di sekolah.”
Karena itulah, Fatah sangat bersyukur. Doa orang tua dan guru-gurunya sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi mengantarkan dirinya sampai tanah Papua. Dirinya tak lupa mengucap terima kasih kepada orang-orang yang mengiringi kesuksesannya. “Paman Suwarno dan Bibi Watiyem, juga kepala sekolah SMP Yapis Agats, bapak Nasaruddin Idris telah membantu membukakan pintu kesuksesan. Pun, STKIP PGRI Ponorogo sudah membekali ilmu-ilmu keguruan.”
Dari rentetan pengalaman hidup, Fatah berpesan kepada generasi muda, ketika seseorang bisa dikatakan kalah dalam prestasi di kelas, belum tentu kalah pula dalam lingkungan masyarakat. Dirinya membuktikan meskipun nilai IPK rendah masih bisa bersaing dengan orang lain. “Keyakinan akan mengubah diri manusia untuk keluar dari zona nyaman. Mari jalani hidup penuh percaya diri. Kerjakan selagi halal tanpa merugikan orang lain.”
Pewarta: Suci Ayu Latifah_Humas