Belajar Menulis dari Felix K. Nesi dan Denny Mizhar
Ponorogo — Kampus STKIP PGRI Ponorogo kembali menggelar acara Ngaji Sastra. Dalam acara tersebut kampus yang dijuluki kampus literasi itu menghadirkan dua tokoh yang tak diragukan lagi kemampuannya dalam bidang sastra dan kepenulisan. Mereka adalah Felix K. Nesi dan Denny Mizhar.
Felix K. Nesi merupakan pemenang sayembara menulis novel yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta pada 2018 lalu. Sementara Denny Mizhar sendiri sastrawan kelahiran Lamongan yang sibuk di Pelangi Sastra, sebuah penerbitan buku di kota Malang.
Acara yang digelar pada Minggu (12/06) ini dihadiri mahasiswa, staf, dan juga dosen. Para mahasiswa dari masing-masing prodi dan angkatan terlihat antusias dengan acara tersebut. Pasalnya sebelum acara dimulai para mahasiswa sudah berbondong-bondong memenuhi Graha Saraswati seolah tak sabar untuk duduk dan menyimak materi yang akan disampaikan. Ngaji Sastra menjadi magnet tersendiri bagi mahasiswa.
Acara dibuka dengan sambutan dari ketua STKIP PGRI Ponorogo, Sutejo, kemudian dilanjutkan bincang kepenulisan yang dimoderatori oleh Edy Suprayitno. Felix K. Nesi menjadi pemateri pertama. Ia bercerita panjang lebar tentang kenangannya semasa kecil dan kisah bagaimana suka dengan dunia literasi.
Felix kecil adalah seorang yang gemar membaca. Bukan tanpa sebab, selain karena kagum dan terpukau dengan cerita-cerita yang dibacanya, juga merupakan seorang anak yang tak piawai bermain sepak bola seperti teman-teman sebayanya. Saat teman seusianya asyik berlarian saling mengoper bola, Felix kecil lebih senang tenggelam dengan buku-buku cerita. Tak heran jika sekarang Felix tumbuh menjadi seorang penulis yang mentereng. Sebab dunianya sekarang ternyata sudah dibangun sejak masih belum mengenyam pendidikan. Felix membawakan cerita dengan begitu ceria, ekspresif, dan menyenangkan. Suasana menjadi cair, dan langit-langit Graha Saraswati pun dipenuhi gelak tawa.
Denny Mizhar menjadi pemateri kedua. Tak jauh beda dengan Felix, Denny mengisahkan bahwa dirinya sangat menyukai puisi dan telah berlatih di bidang tersebut semenjak usianya masih belia. Rasa cintanya terhadap puisi mengantarkannya menang beberapa kali lomba puisi tingkat SD se-Kecamatan. Denny menuturkan bahwa dirinya dan kawan penulis lainnya lahir dari kelompok-kelompok kecil kepenulisan.
“Di dunia tulis-menulis hal yang terpenting adalah membaca. Tidak apa-apa misalnya membaca hanya beberapa paragraf setiap hari asalkan terus konsisten,” ungkap Denny. Di sisi lain ia juga menyarankan untuk mengkaji hal-hal menarik dari bacaan yang tengah dibaca dan membedah kekurangannya. Untuk menulis karya seperti puisi, cerpen dan esai, Denny cukup bermodal pengalaman-pengalaman yang pernah dialaminya, di mana pengalaman tersebut senantiasa ditulisnya dalam catatan kecil.
“Membaca fiksi itu membantu saya membayangkan lebih,” tutur Denny Mizhar kala ditanya seorang mahasiswa tentang menumbuhkan minat terhadap karya fiksi. Dalam hal ini Felix K. Nesi berpendapat sama. Bahwa fiksi lebih imajinatif dan seru. Namun, ditegaskan oleh Denny dan Felix bahwa karya fiksi dan non fiksi saling berkaitan, tak serta merta berupa karangan semata.
Felix percaya masing-masing orang memiliki buku kesukaan tersendiri. Denny menambahkan bahwa pembaca perlu menemukan kenikmatan dalam kegiatan membacanya. Beragam pertanyaan lain pun muncul dari para peserta yang hadir. Seolah tak mau ketinggalan kesempatan emas ini untuk memperkaya wawasan mereka mengenai sastra. Mulai dari tantangan sastra di era digital, penulis idola pemateri, pengalaman riset karya fiksi sejarah, hingga pengalaman menulis sebagai terapi. Berkaitan dengan menulis untuk terapi ini, Felix telah menorehkan kisah berharganya dalam salah satu karyanya yang berjudul Usaha Membunuh Sepi (2016).
Acara demi acara berjalan dengan lancar dan seru. Setelah acara ditutup para peserta kemudian berjejalan mengantri dalam sesi foto bersama. Beberapa juga terlihat mengunjungi bazar buku kecil yang berlokasi di selatan Graha Saraswati.
Pewarta: Ikhsanudin & Mariatul Qibtiah, mahasiswa PBSI 2021 B