Felix: Saya tidak punya penulis idola
Surabaya (ANTARA) – Sastrawan asal Nusa Tenggara Timur Felix K Nesi mengaku tidak memiliki penulis idola yang mempengaruhi perjalanan proses kreatifnya di dunia sastra.
“Saya tidak punya idola. Saya takut mengidolakan manusia. Nanti kita idolakan seseorang itu, ternyata nanti ketahuan perbuatannya tidak baik. Saya tidak ingin kecewa,” kata penulis novel “Orang-orang Oetimu” itu ketika berbicara pada “Ngaji sastra” di kampus STKIP PGRI Ponorogo, Jawa Timur, Minggu.
Pada acara yang juga digelar secara daring dan diikuti dari Surabaya itu, Felix mengemukakan bahwa apa yang menjadi objek tulisannya, baik novel maupun cerita pendek, banyak berlatar kenyataan di daerahnya di Nusa Tenggara Timur, yang berbatasan dengan negara tetangga Timor Leste.
Dengan mengalami sendiri maupun lewat penggalian data dari para tetua di daerahnya, Felix mengaku sangat mudah menuangkan ide menjadi sebuah cerita. Untuk memperkaya karyanya, ia juga membaca sejarah.
“Saya gali juga sejarah sedikit, biar kelihatan pinter,” kata pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2018 dan Anugerah Sastra Badan Bahasa pada 2021 itu.
Alumni Fakultas Psikologi Universitas Merdeka (Unmer) Malang itu juga menceritakan bahwa menulis juga menjadi ajang terapi bagi dirinya yang pernah mengalami asam lambung akut itu.
Ia mengaku karena kemiskinan telah membuat dirinya serba kekurangan hidup jauh dari orang tuanya saat kuliah. Dengan berseloroh bahwa dengan terus menulis ia “mengelabui” agar melupakan rasa lapar.
“Ketika jam sembilan baru ingat dan terasa lapar sekali. Kalau dalam keadaan itu, saya makan banyak, lambung pasti sakit. Maka saya beli nasi tanpa lauk dan hanya dicampur dengan air putih. Karena beberapa kali makan seperti itu, dikiranya saya puasa mutih,” kata sastrawan yang pernah menjadi guru itu, tertawa.
Sampai pada suatu saat ia sakit parah dan harus menjalani perawatan. Saat perawatan itulah, menulis menjadi teman bagi dirinya untuk menuangkan isi hatinya, sehingga saat perawatan itu, pulpen dan kertas harus selalu ada di dekatnya.
Kegiatan “Ngaji Sastra” di kampus literasi STKIP PGRI Ponorogo itu juga menghadirkan sastrawan Kota Malang Denny Mizhar. Menjawab pertanyaan peserta, Denny mengemukakan bahwa di era digital saat, menjadi penulis sangat dimudahkan oleh keadaan.
“Kalau zaman dulu, kita harus ada buku untuk membaca, kalau sekarang ada paket data di HP, kita bisa membaca apa saja. Demikian juga saat kita menulis, kalau tidak dimuat di media, kita bisa muat dengan membuat blog sendiri,” katanya. (*)
Pewarta: Masuki M. Astro
Editor : Fiqih Arfani
Sumber berita: Antaranews.com