Miliki Trik Pemodelan, Solu Erika Raih Juara Lomba Menulis Cerpen
Dinobatkan meraih juara harapan I lomba menulis cerpen yang diselenggarakan Porsenasma IV PT PGRI di Universitas Nusantara PGRI Kediri, Solu tampak bingung. Ekspresi dan perasaan itu seperti yang dirasakan ketika menginjak bumi perlombaan.
Cerpen Tak Tuntas (juara harapan 1) karya Solu Erika Herwanda, dirinya sendiri menjadi salah satu cerpen yang dimodeli alur penceritaannya dalam ajang lomba menulis cerpen, kemarin 7-11 Juni 2022. Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2021 A, sebelumnya berlatih menulis cerpen didampingi oleh seniornya.
“Mas Ruli mendampingi sejak awal ketika saya direkomendasikan kampus untuk ikut perlombaan itu. Pendampingan dilakukan dengan cara memberikan bacaan-bacaan cerpen, seperti kumpulan cerpen Yuditeha berjudul Tanah Letung. Lalu, ada dua buku lain, yaitu Kreatif Wreating tulisan AS Laksana, dan cerpen terjemahan Guy de Maupassant, Mademoiselle Fifi. Dari ketiga buku itu, saya diminta mengamati cara pendetailan setiap cerita, dan penempelan kekuatan setiap karakter tokoh,” ungkap mahasiswa semester 2 ini.
Lebih lanjut, Solu bercerita pada saat pendampingan menulis cerpen dirinya diminta membuat cerpen dengan mengusung tema sosial, pendidikan, dan cinta. Cara ini dilakukan seniornya guna melatih kepekaan menangkap realitas sosial yang difiksikan. Cerpen yang ditulisnya berjudul Retno Jumilah. Cerpen itu bertema sejarah dengan bumbu-bumbu sosial, pendidikan, dan cinta. Cerpen tersebut bercerita tentang Retno Jumilah difitnah dayangnya sehingga istri prajurit pun percaya begitu saja. Istri prajurit lalu tidak suka dengan Retno karena dialah penyebab suaminya meninggal. Konflik ini dimanfaatkan si Dayang supaya istri prajurit benci kepada Retno Jumilah.
“Kemudian, cerpen kedua saya berjudul Petan dan terakhir Tak Tuntas. Cerpen ketiga ini bercerita tentang pesugihan. Cerpen ini pula yang saya jadikan model bercerita pada saat lomba,” ungkap mahasiswi berjilbab ini.
Cerpen Tak Tuntas, bagi Solu adalah tulisannya paling buruk sekaligus mengesankan. Digarap selama 4 jam, 2 jam menulis dan sisanya mengedit, cerpen ini banyak masukan dari seniornya. Sebanyak 5 halaman, Solu memaksakan cerita yang ada di imajinasinya. Alhasil, justru berantakan dengan ending tidak jelas dan kejutan akhir cerita tidak menarik. Cerpen itu pun dibahas bersama setiap kalimat, bahkan per kata. “Kata Mas Ruli, sekali pun dibatasi waktu, tetap kejernihan menulis dan penggalian ide tertata rapi. Terkadang ide bagus tetapi penggarapannya terlalu emosi, hasilnya belum tentu bagus. Tetap tenang, dan tulis sesuai apa yang ada di pikiran dan khayalan.”
Isu-Isu Sosial dalam Budaya merupakan tema menulis cerpen yang diberikan panitia. Pemberian waktu 4 jam untuk menulis dimanfaatkan Solu untuk menelurkan cerita. Satu jam menulis dirinya tidak sadar telah menulis 4 halaman secara mengalir. Selanjutnya, setelah dilakukan pengeditan naskah berkembang menjadi 5-6 halaman. “Sebelum masuk ruangan rasanya uring-uringan. Saya tidak berharap apa-apa, yang terpikirkan bisa menulis sesuai dengan tema.”
Pewarta: Suci Ayu Latifah