Pesan Terakhir Sang Ibu Antarkan Aris Nurhuda Jadi Dosen PNS
“Sebelum meninggal ibu berpesan supaya saya melanjutkan kuliah. Jika hanya puas dengan ijazah SMK, nanti hanya akan menjadi kuli. Lulus SMK saya tidak kuliah, langsung kerja. Saat itu saya merasakan benar apa makna pesan ibu, ungkap Aris Nurhuda, alumni STKIP PGRI Ponorogo yang diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tahun lalu. Saat ini Aris menjadi dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Nusa Cendana, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Setelah tiga kali mengikuti seleksi tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), akhirnya Desember 2021 ia dinyatakan lulus.
Jika saat ini, Aris dikagumi karena telah menjadi dosentermasuk sepak terjang dan pengalaman kerja yang beragam sebetulnya semua itu bukan perjalanan mulus tanpa halang rintang. Pencapaiannya hingga menjadi dosen PNS merupakan buah manis dari perjalanan panjang, perjuangan jatuh bangun, dan suka duka kisah hidup yang dialaminya.
Kisah panjang itu bermula ketika Aris ditinggal orang yang sangat dicintainya, ibu. Berbekal pesan terakhir sang ibu, tahun 2009 Aris memutuskan untuk melanjutkan kuliah di STKIP PGRI Ponorogo. Masuk kuliah, laki-laki lulusan teknik mesin SMK 2 PGRI Ponorogo itu banting setir dengan mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Maksud hati ingin memilih kuliah teknik akan tetapi sang bapak tidak mengizinkan. Padahal ketika di SMK 2 PGRI Ponorogo, ia pernah mewakili sekolah untuk mengikuti lomba keterampilan siswa di bidang teknik mesin tingkat Provinsi Jawa Timur yang diselenggarakan di Jember. Namun, bapaknya menyuruh untuk mengambil jurusan keguruan. Saya mengalah karena saya yakin ridho Allah terletak pada ridho orang tua, ungkap bapak satu anak itu.
Selama menjadi mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo beragam prestasi telah ditorehkan Aris. Laki-laki kelahiran 14 Maret 1990 itu pernah mendapatkan beasiswa dari kampus jalur prestasi. Selain itu, ia juga pernah mewakili kampus untuk ikut lomba catur tingkat Jawa Timur di Universitas Jember dan tingkat nasional Perguruan Tinggi PGRI di Universitas Adi Buana, Surabaya. Saya masih ingat sekali, tanggal 3 Mei 2011 saya ikut lomba catur di Universitas Jember. Kemudian, 6 Oktober 2011 di Universitas Adi Buana, Surabaya,” paparnya.
Semasa kuliah Aris memilih untuk mencari kerja sampingan. Ketika semester lima ia menjadi guru di salah satu SD swasta yang ada di Ponorogo. Kala itulah, Aris merasa harus pandai-pandai membagi waktu. Pagi mengajar, sorenya kuliah. Hari demi hari dijalani Aris dengan telaten. Hingga pada tanggal 30 Agustus 2013 Aris dinyatakan lulus dari STKIP PGRI Ponorogo. Sayang sekali, di moment itu ibu saya tidak bisa melihat anaknya diwisuda.
Semangat Aris untuk mewujudkan mimpinya tak pernah surut. Usai menyelesaikan pendidikan S-1, ia lalu melanjutkan kuliah di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Kala itu Aris mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Namun, siapa sangka jika kebahagiaan itu tak sampai menyertai wisuda magister. Akhir semester dua, bapaknya sakit keras, kena serangan stroke. Tak lama setelah itu meninggal. Padahal kuliah saya cuma tinggal tugas akhir tetapi bapak sudah meninggalkan saya untuk selamanya, kenangnya.
Ditinggal orang tua saat menjelang masa akhir studi sempat membuat Aris merasa kehilangan yang teramat sangat. Akan tetapi hal itu tak membuatnya putus semangat. Berkali-kali ingin menyerah oleh lelah yang setiap waktu datang. Namun, hasrat tak mau kalah membuatnya kembali melangkah. Guru besar di tempatnya kuliah terus memotivasinya. Kalau kuliah bisa dipercepat mengapa harus diperlambat, kalimat itu yang selalu diingat Aris. Dari situ, pendidikan S-2 yang diimpikannya mampu diselesaikan dalam tiga semester. 14 Agustus 2015 saya lulus S2. Inilah wisuda kedua bagi saya tanpa didampingi oleh orang tua, tutur laki-laki berperawakan tinggi besar itu.
Sebelum diterima menjadi dosen, Aris telah melalang buana, mengajar di berbagai lembaga pendidikan. Situasi dan kondisi menuntutnya untuk berpindah dari satu sekolah ke sekolah lain. Awal karir, ia berangkat dengan menjadi guru di Sekolah Dasar Immersion Ponorogo. Empat tahun menjadi bagian dari SD yang masih satu kompleks dengan STKIP PGRI Ponorogo itu, Aris lalu pindah tempat. Setelah lulus S2 ia diterima mengajar di SMPN 3 Ponorogo. Namun, lagi-lagi Tuhan menggerakan langkahnya untuk berpindah tempat. Tanggal 27 Juni 2018 Aris menikahi kekasih hatinya. Setelah menikah ia lantas pindah kerja ke MTs Jenangan namun tak lama.
Pekerjaan istri sebagai editor koran Radar Madiun menuntut Aris untuk meninggalkan MTs Jenangan. Saat itu Aris akhirnya memutuskan untuk mengambil rumah kontrakan di Madiun, dan akhirnya ia bergabung bersama Homeschooling Primagama Madiun. Di waktu bersamaan, ia juga mencari tambahan penghasilan dengan menjadi guru Bahasa Indonesia di SMAN 5 Madiun. Tidak lama setelah masuk di SMA, saya dirumahkan dari homeschooling.
Sembari mengajar di SMA, Aris mencoba untuk daftar tes CPNS. Kali itu, Aris daftar di Universitas Nusa Cendana, Kupang, NTT. Di sana dibutuhkan dua orang dosen Bahasa Indonesia. Tes pertama, Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dilakukan di Surabaya. Aris menjadi peringkat 2 dari 6 besar. Kemudian, tes kedua Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) dilaksanakan di Malang. Dalam tes SKB, Aris menjadi satu-satunya peserta yang lulus, lima diantaranya dinyatakan tidak lolos. Desember 2021 pengumuman kelulusan keluar. Aris dinyatakan lulus CPNS.
Ironisnya, di tengah hal bahagia itu satu hal berat harus diterimanya, Aris harus kehilangan sosok orang penting yang sudah dianggap sebagai orang tua sendiri. Ia adalah Pak Sugiharto, yang biasa dipangil Pak Totok. Beliau meninggal akibat terpapar Covid 19. Pak Totok adalah tetangga dekatnya yang senantiasa memantik semangatnya. Setiap ada waktu mereka ngobrol-ngobrol santai. Lewat obrolan santai itulah Aris mendapatkan saran, motivasi, dan arahan dari tetangganya itu. Setelah menjadi yatim piatu, orang itulah yang mendampingi Aris. Karenanya, Aris merasa sangat terpukul dengan kabar duka yang diterima di tengah pengumuman kelulusan tes CPNS. “Februari 2022 pemberkasan, Mei 2022 penetapan NIP, dan puncaknya tanggal 2 Juni 2022 serah terima SK, langsung dari pihak Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Perjuangan Aris untuk menjadi pegawai negeri bukanlah hal mudah. Beragam rintangan sudah dilaluinya. Berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sudah dijalaninya. Ditinggal orang-orang terkasih bersamaan dengan moment-moment bahagia sudah dirasakannya. Akan tetapi, semua itu tak membuat Aris pantang menyerah lebih-lebih putus semangat. Jika Aris sekarang telah menjadi dosen PNS, maka itu adalah buah manis dari perjuangan, pengorbanan, dan kegigihannya dalam meraih cita-cita. Jangan sia-siakan kesempatanmu untuk menimba ilmu. Raihlah mimpimu dan kejarlah cita-citamu. Mulailah dari dirimu sendiri, awalilah dengan diri sendiri untuk mengubah dunia. Teruslah berusaha dan lakukan yang terbaik, ungkap Aris saat ditanya perihal pesannya untuk generasi muda.
***
Pewarta: Sri Wahyuni, Humas.
Previous
Ngaji Sastra: Poem Writing, Taklukkan Kecemasan Menulis Puisi Berbahasa Inggris
Next