Sebuah Upaya Merayakan Perpisahan
Ponorogo – Kamis (8/10) Mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo menyelenggarakan closing ceremony sekaligus lepas kenang bersama keluarga besar SMP Terpadu Ponorogo. Bertempat di Aula SMP Terpadu Ponorogo, acara yang bertajuk penutupan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) ini berjalan dengan mengesankan. Pasalnya, tangis turut pecah di antara siswa dan perasaan haru tidak bisa terbendung bersama jajaran guru.
Dalam kesempatan tersebut hadir wakil kepala sekolah, guru pamong, dosen pembimbing lapangan, mahasiswa, dan tamu undangan yang terdiri dari karyawan-karyawati. Terhitung 5 minggu PPL 2 telah berlangsung, sudah pungkas pada kesempatan kali itu atas pengalaman mengajar dan belajar tentang kehidupan sekolah. Sebagaimana ungkapan Triono, perwakilan kepala sekolah yang berhalangan hadir, menyampaikan ucapan terimakasih kepada mahasiswa PPL STKIP PGRI Ponorogo yang telah menunaikan tugas dan membantu pihak sekolah dengan baik.
“Segala hal yang baik silahkan disebarluaskan dan segala hal yang kurang berkenan mohon disimpan. Semoga kalian menjadi calon guru yang sukses di masa depan,” ungkapnya.
Sementara Sholihatul Ulumiyah yang kerap disapa dengan Luluk memaparkan bahwa selama PPL berlangsung, mahasiswa telah belajar untuk menggali kemampuan dirinya dalam menciptakan pembelajaran yang berbasis joyfull learning. Kreativitas dan inovasi untuk memancing siswa tertarik dalam pembelajaran merupakan bentuk keberhasilan tersendiri bagi seorang calon guru.
Hal senada juga dituturkan oleh Ardian Pitra, Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) dari Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ia menarik ulur filosofi dari PPL yang memiliki kepanjangan dari Praktik Pengalaman Lapangan, bukan Praktik Pengajaran Lapangan. Dua kata yaitu pengalaman dan pengajaran memiliki makna berbeda. Ia menjelaskan bahwa cakupan pengalaman lebih besar daripada proses pengajaran di kelas. Pengalaman seperti menjaga kontak sosial, tindak tutur, dan berbagai tugas selain guru seperti piket sekolah dan piket kantin adalah hal berharga yang menjadi bekal dari PPL itu sendiri.
Ahmad Pramudyanto selaku Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) dari Prodi Pendidikan Bahasa Jawa turut memberi guyonan menarik bagi mahasiswa, bahwa setelah usai kegiatan PPL. Mahasiswa pantang untuk lalai dengan tugas dan kewajibannya, yaitu senantiasa menjaga nama baik dan memberi kebermanfaatan bagi lian serta laporan kegiatan PPL berupa essay. Pram sapaan akrabnya, mengingatkan hal tersebut sebagai wujud kepedulian dan cinta kasih terhadap anak didiknya. Pihaknya juga menuturkan meskipun PPL telah selesai, menjaga jalinan komunikasi adalah hal yang perlu dilakukan.
Begitu ramah dan hangatnya pihak SMP Terpadu Ponorogo tentu memberikan timbal balik kepada mahasiswa PPL STKIP PGRI Ponorogo. Sebagaimana ungkapan Dwi Retno, perwakilan mahasiswa yang menyampaikan pesan dan kesan.
“Terimakasih telah membimbing kami, kami di sini mendapatkan pengalaman yang begitu berharga. Mohon maaf jika selama ini terdapat kesalahan. Semoga siswa di SMP Terpadu Ponorogo kelak menjadi ladang terciptanya orang-orang sukses di masa depan,” ungkapnya.
Setelah pungkas kegiatan penutupan PPL, Sepanjang melewati kelas-kelas untuk memberi salam perpisahan, mahasiswa langsung diserbu oleh siswa dengan peluk dan tangis yang pecah. Mereka menawarkan untuk foto bersama dan menyalami mahasiswa layaknya seorang anak yang akan ditinggal pergi jauh oleh kedua orang tua.
Apabila sejenak mengenang perjalanan mahasiswa PPL di SMP Terpadu, mereka dengan leluasa membaur bersama siswa. Kegiatan bermain teater, pembelajaran di luar kelas, pengenalan ragam bahasa jawa, public speaking, dan warna-warni ice breaking yang diberikan adalah hal menyenangkan selama hari-hari itu. Terlebih OSIS SMP Terpadu Ponorogo yang aktif tengah memeriahkan peringatan 17 Agustus dengan gebyar kemerdekaan seperti lomba-lomba dan pemilihan putra putri berprestasi.
“Semoga sukses untuk kakak-kakak semua, kami bakal rindu. Jangan lupa main ke sini lagi,” ucap Kiren, salah satu siswa SMP Terpadu Ponorogo.
“Kalian tetap semangat, terus belajar dengan sungguh-sungguh,” tutur Shintia, mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Jawa yang tak kuasa menahan tangis.
Kiranya begitulah laku hidup. Apa yang ditanam baik, akan berbuah kebaikan dan begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini, sebagai pamungkas, saya persembahkan ucapan terimakasih paling dalam atas jasa bapak ibu guru, DPL serta kawan mahasiswa. Terimakasih atas warna hidup dan kenangan yang tentu tidak akan pernah kami lupakan.
Kelak hanya foto bersama yang menjadi saksi bahwa sebuah kenangan tidak akan pernah kembali.
Pewarta: Yeni Kartikasari Mahasiswa PBSI 2019