Tito Setyo Budi: Anak Muda yang Memilih Sastra Jawa Tidak Lain Karena Kecintaannya
Gedung Saraswati STKIP PGRI Ponorogo riuh oleh tawa ketika Tito Setyo Budi menyampaikan materi pada acara Ngaji Sastra (24/ 9). Pada kesempatan ini sastrawan asal Sragen yang dikenal dengan nama pena Daniel Tito membagikan perjalanan proses kreatifnya dalam berkarya. Dibawakan dengan santai, tidak membuat peserta acara ini kehilangan antusiasnya. Acara Ngaji Sastra edisi ini menghadirkan pembicara lintas provinsi. Tito (Sragen, Jawa Tengah) menjadi pemateri kedua, pemateri pertama Budi Sardjono (Yogyakarta), dan Tulus Setiyadi (Madiun, Jawa Timur) sebagai pemateri ketiga.
“Meskipun saya menyukai Sastra Jawa, kuliah saya di Sastra Indonesia. Dan saya sudah menulis saat mahasiswa. Pokoknya ngirim ke semua media yang ada di Indonesia.” tutur Tito.
Ada tiga alasan Tito memilih menulis karya berbahasa Jawa. Pertama, penulis yang telah merengkuh gelar doktoral dengan fokus disertasi keroncong ini dilahirkan dari keluarga Jawa tulen. Ia pun dibesarkan di lingkungan yang masih memegang nilai-nilai budaya Jawa. Kedua, Tito kecil sudah rajin membaca majalah berbahasa Jawa. Bahkan diceritakan kalau bapaknya berlangganan majalah Penjebar Semangat dan Jaya Baya. Kebiasaan ini diteruskan Tito berpuluh tahun hidupnya. Hingga sekarang, ia masih berlangganan dua majalah itu. Ketiga, ketika mulai mengarang di SMP untuk dikirimkan ke media-massa, ia lebih bergairah dan nyaman menulis menggunakan bahasa Jawa.
Tito menuturkan kalau ada anak muda yang masuk Program Studi Bahasa Jawa tidak lain karena kecintaannya. Apalagi jika ditambah dengan gemar membaca dan menulis. Pihaknya berharap mahasiswa bisa menjadi guru atau penulis yang profesional.
“Untuk menjadi profesional yang paling penting tanggung jawabnya. Menjadi profesional belum tentu menyenangkan ya. Contoh penembak profesional, kamu harus menembak si A misalnya, menjadi profesional harus menyingkirkan perasaan. Kita harus bisa mengelolanya.” tutur sastrawan yang selalu menyempatkan dua jam sehari untuk membaca ini.
Tito memotivasi mahasiswa untuk mulai menulis di media. Ia pun mengatakan tidak perlu ada kekhawatiran jika media yang memuat sastra Jawa semakin sedikit, mahasiswa bisa mulai menulis buku. Dimulai dari buku antologi bersama, tambahnya. Tidak lupa, Tito memperkenalkan majalah Kinasih sebagai salah satu media yang siap memberikan ruang untuk Sastra Jawa.
Sementara itu, Fitri Kartika Sari (Kepala Program Studi Pendidikan Bahasa Jawa) mengatakan bahwa adanya Ngaji Sastra ini memberikan ruang penuh bagi mahasiswa untuk berkarya di luar kelas. Pihaknya kembali menyatakan komitmen untuk terus mendukung lahir dan berkembangnya para penulis Jawa dari Kampus Literasi ini. []
Pewarta: Sapta Arif/ Humas