Imam Muhtarom dan Tjahjono Widijanto Ceritakan Indonesia Melalui Karya-Karya Sastra di Ngaji Sastra
Ngaji Sastra STKIP PGRI Ponorogo kembali digelar minggu kedua di bulan Oktober 2022. Menghadirkan dua pemateri luar biasa, Imam Muhtarom, penggagas Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) dan sastrawan asal Ngawi, Tjahjono Widijanto.
“Ini untuk kelima atau keenam kalinya saya ke STKIP PGRI Ponorogo. Bercerita dan berbagi pengalaman kepada mahasiswa mulai dari acara formal hingga lesehan. Saya senang karena dipertemukan oleh teman-teman dan para penulis oleh Bapak Sutejo,” ungkap Tjahjono Widijanto, penyair sekaligus Kepala Sekolah SMA Negeri di Ngawi, Sabtu (15/10) di Gedung Graha Saraswati.
Tampil berbusana batik dan celana jin, lelaki bergelar doktor ini mengungkapkan kiprah sastrawan, karya sastra, dan kebudayaan di Indonesia. Sebagaimana pembahasan ‘Membaca Indonesia melalui Karya Sastra’, pihaknya menceritakan napas karya sastra di tanah Air. Mulai dari cerita Datuk Maringgih, Ken Arok, Jaka Tarub, hingga sastra modern, seperti karya Eka Kurniawan, Felix K. Nesi, Tere Liye, Boy Candra, dan lainnya. Pihaknya pula memantik ratusan mahasiswa ‘Kampus Literasi’ untuk menulis.
“Habituasi STKIP PGRI Ponorogo adalah literasi. Sangat malu kalau kalian tidak membaca dan menulis. Ada Pak Sutejo, Mas Arafat, Mas Sapta, juga alumni dan mahasiswa berkarya. Baca karya-karya mereka,” motivasi penulis buku kumpulan puisi Dalam Bayang Tuhan yang (ingin) Ku Kenal (Pagan Press, 2022)
Imam Muhtarom, lelaki bergelar Magister Humaniora juga menuturkan cara membaca Indonesia melalui karya sastra dicontohkannya membaca karya-karya Arafat Nur. Arafat menceritakan tentang Aceh melalui buku-buku novelnya. Karya sastra dijadikan kritik pedas terhadap kondisi dan situasi pada eranya.
Bagi penulis asal Karawang, Jawa Barat seni sastra dipandang sebagai saksi kehidupan. Pram, Chairil Anwar, Rendra, Martin Aleida menulis tentang sejarah, budaya, dan kehidupan di sekitarnya. Pram dan Martin Aleida diceritakan pernah dipenjara karena karyanya dinilai berbahaya. Selain itu, lelaki berkacamata itu juga mengungkapkan kegelisahannya. Keberadaan sastra tulis mulai tersingkirkan karena minus gagasan dan pemikiran.
Berisi dan lentur dalam penyampaian, kedua pemateri mendapat respon baik dari para mahasiswa. Kedua pemateri memberikan hadiah buku secara bergantian kepada para penanya. Tamara Qurrotul’ Aini, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) angkatan 2020 menerima karya naskah drama Tjahjono Widijanto, Tamu Terakhir dan Siklus (Pagan Press, 2022).
“Buku diserahkan langsung dari penulisnya. Kami berjabat tangan dan berfoto. Semoga ilmu beliau menular,” ungkap Tamara senang.
Selain Tamara, keenam penanya lainnya juga mendapat buku dari kedua pemateri. Cutiana Windri Astuti, Ketua Kaprodi, berharap semoga minat baca dan motivasi mahasiswa bertambah. Pihaknya bermimpi, kampus literasi benar-benar mampu melahirkan guru dan para penulis.
“Pagelaran Ngaji Sastra yang digagas Bapak Sutejo merupakan salah satu strategi lembaga membekali mahasiswa setelah dinyatakan lulus,” ungkap dosen PBSI saat diwawancarai melalui WhatsApp.
Sebagai acara rutinitas, Ngaji Sastra konsisten menghadirkan para narasumber mumpuni. Semenjak keberlangsungannya, narasumber dari lintas kota, provinsi hingga pulau meninggalkan ilmu di kampus yang terletak di Kecamatan Babadan ini.
Pewarta: Suci Ayu Latifah/Tim Humas.
Previous