Wisata Literasi ke Rumah Budaya Kalimasada Blitar
Rumah Budaya Kalimasada, Blitar kedatangan rombongan Himpunan Mahasiswa Penulis (HMP) STKIP PGRI Ponorogo, kemarin (10/8). Tepat pukul 09.00 WIB, diskusi dimulai. Rombongan HMP yang terdiri dari lima belas anggota menyimak dengan antusias kegiatan diskusi santai dengan tajuk ‘Bincang Proses Kreatif Sastrawan dan Menggali Jiwa Kewirausahaan’. Suasana asri di sekitar rumah budaya menambah nuansa diskusi semakin gayeng. Bagus Putu Parto selaku tuan rumah bercerita panjang lebar perihal proses kreatifnya, baik dalam menulis maupun berwirausaha.
Air kolam yang berwarna biru seakan-akan mengambarkan harapan anak-anak HMP untuk mendapatkan ilmu dari sastrawan sekaligus pengusaha di Blitar tersebut. Perjalanan jauh dari Kota Reyog hingga Kota Patria tidak membuat mereka sebut goyah. Dengan penuh semangat dan antusias mereka menyimak dengan serius apa yang disampaikan suami Endang Kalimasada itu.
Berawal dari sebuah dendam kemiskinan dan krisis kepercayaan oleh mertua membuat Bagus Putu Parto tak mau hanya menjadi seniman. Dia juga mencurahkan segala pengalamannya melalui tulisan. “Bagi saya tulisan merupakan alat pengatar untuk dokumentasi perjalan hidup. Harapan saya tulisan dapat menjadi motivasi untuk kehidupan ke depannya. Dan memang sebagian besar karya tulis saya adalah curahan segala perjalanan hidup dari dulu hingga saat ini,” tutur laki-laki aktor panggung tersebut.
Laki-laki kelahiran Blitar, 2 Juni 1967 tersebut mengaku bahwa handphone dan laptop menjadi alat perselingkuhan siri antara dirinya dan karya-karyanya. Bukti adanya perselingkuhan itu adalah lahirnya 15 buku yang telah dicetak oleh penerbit. Diantara 15 buku yang telah berhasil diterbitkan ada dua buku istimewa. Buku itu ditulisnya khsusus untuk kado pernikahannya dengan Sang istri. Pria dua anak tersebut menyebut dirinya adalah seorang Kartomarmo, salah satu prajurit dalam pewayangan. “Hidup itu utuh. Menulis itu hanya cara mengungkapkannya lewat ekspresi yang berbeda-beda.”
Semasa kuliah di Yogyakarta ia banyak belajar tentang estetika kesenian, baik seni tradisional maupun seni modern. Bukan hanya estetika, Bagus juga mendapatkan kearifannya. Hidup yang biasanya menggunakan budaya daerah, lalu tiba-tiba terbang ke Surabaya untuk mengembangkan potensi dalam dunia panggung. Dalam proses perpindahan itu ia dikejutkan dengan realitas kehidupan yang berbeda dari kehidupan yang biasa dijalaninya. Realitas tersebut memicu timbulnya impian untuk mengumpulkan sastrawan dan seniman di berbagai daerah dalam sebuah sanggar. Hingga akhirnya impiannya terwujud ketika Rumah Budaya Kalimasada berdiri.
Sementara itu, Sutejo selaku Pembina HMP menyampaikan garis besar inti dari bincang proses kreatif tersebut. “Ada dua jenis penulis yaitu: pertama penulis murni dan, kedua penulis sastrawan akademis. Sedangkan, kemahiran juga terbagi menjadi dua yakni penuli bayangan dan penulis buku, biografi, produk, dan lain sebagainya”.
Wilda, mahasiswi Pendidikan Bahasa Inggris menyampaikan rasa terima kasih dan rasa bangganya bisa berkunjung ke Rumah Budaya Kalimasada. “Saya mengucapkan banyak terima kasih pada Bapak Bagus atas penyambutan kami untuk belajar di Rumah Budaya Kalimasada ini. Di sini saya mendapatkan ilmu yang belum pernah saya peroleh. Di tempat yang luar biasa ini saya bisa belajar tentang kepenulisan sekaligus belajar berwirausaha,” ujar mahasiswi Angkatan 2021 itu.
(*) Pewarta: Risma Sahid Romadon (Mahasiswi STKIP PGRI Ponorogo)
Next