Hidup dan Menghidupi Acara: Workshop Kecakapan Menjadi Pembawa Acara Formal dan Non Formal
Suasana riuh dan senang hadir di Graha Saraswati, STKIP PGRI Ponorogo dalam acara Workshop Kecakapan Menjadi Pembawa Acara Formal dan Non Formal. Meski ditujukan dalam rangka mata kuliah Kepewaraan, namun tidak menutup kemungkinan acara in ditujukan pada mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo secara umum. Lusy Novitasari, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Kepewaraan dalam sambutannya menerangkan bahwa zaman yang bertransformasi harus diiringi dengan kecakapan mahasiswa dalam keterampilan, satu di antaranya menjadi pembawa acara, baik dalam lingkup formal maupun non formal.
Kesempatan workshop ini tidak tanggung-tanggung menghadirkan Charish Maahadi, S.Pd atau lebih akrab di telinga dengan nama Ayez Maahadi. Dengan riang dan hangat, lelaki berkacamata itu membagikan pengalaman dan pengetahuannya terkait menjadi pembawa acara atau master of ceremony. Materi yang dibawa Ayez bertajuk Berbagi Cerita untuk Hidupkan Acara.
Ayez begitu terbuka membagikan pengalaman suka dan duka menjadi pembawa acara. Bermula dari ketidaksengajaan dan “dipakake” akhirnya berlanjut sampai sekarang. Bagi Ayez menjadi pembawa acara bukan semata tentang membawakan acara namun lebih menghidupkan suatu acara.
Ayez tidak pelit membagikan pengetahuan dan segala tips terkait membawakan sebuah acara, diungkap dengan terbuka dan mudah dipahami oleh mahasiswa yang hadir, utamanya mahasiswa dari program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra (PBSI) tahun Angkatan 2020 yang memang menjalani mata kuliah Kepewaraan. Menurut lelaki yang saat ini juga sebagai kepala SD Immerson Ponorogo mengungkap menjadi pembawa acara adalah mengikuti wacana yang ada di masyarakat, tidak lantas kaku dan monoton.
“Kepercayaan diri itu bukan poin pertama ketika menjadi pembawa acara,” ungkap Ayez. Dirinya menjelaskan setidaknya ada empat bahan dasar menjadi pembawa acara. Dalam kebutuhannya membawakan sebuah acara tidak melulu sesuai rundown, peran mampu berimprovisasi sesuai keadaan dan situasi yang ada juga diperlukan.
Mahasiswa menyambut antusias dengan pertanyaan dan meminta tips menjadi pembawa acara. Dalam pengalaman masing-masing mahasiswa, Ayez memberi tips yang menggugah dan memotivasi mahasiswa. Keceriaan dan menikmati jalannya acara terlihat dari wajah mahasiswa yang hadir.
Afifah Shinta Nur Aida sebagai mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2020 memberi tanggapan positif terkait berlangsungnya acara. “Acaranya bagus karena dosen langsung mendatangkan ahlinya di bidang kepewaraan sebagai role mode mahasiswa belajar dan mendalami mata kuliah kepewaraan,” ungkap Shinta. Dirinya juga menambahkan semoga hal ini bisa membuat inovasi guna tumbuhnya keterampilan mahasiswa, utamanya dari Prodi PBSI.
Suasana kemeriahan dan kenikmatan acara sudah sampai ujung dan harus ditutup. Keterampilan kepewaraan bukan semata tentang hadirnya seseorang membawakan jalannya acara, namun hidup dan menghidupinya acara, sehingga acara dapat dikatakan berhasil.
Pewarta: Ruly R, mahasiswa PBSI 2020.