Pagelaran Drama: Luaran Mata Kuliah Sekaligus Ajang Unjuk Kreativitas Mahasiswa
Gedung Graha Saraswati, Selasa (9/1), dipenuhi oleh para mahasiswa dan segenap civitas academica STKIP PGRI Ponorogo. Mereka berkumpul dalam ruangan tersebut untuk menyaksikan pagelaran drama yang dipentaskan oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) dan Pendidikan Bahasa Jawa (PBJ) Angkatan 2021. Pagelaran drama tersebut sebagai luaran dari mata kuliah Apresiasi Drama.
“Pagelaran drama ini juga sebagai media apresiasi mahasiswa. Selain itu untuk melestarikan budaya lokal, meningkatkan kreativitas, penyalur minat dan bakat, serta sebagai media bagi mahasiswa untuk lebih mencintai seni budaya dan berpikir kritis,” tutur Suprapto, dosen pengampu mata kuliah sekaligus pembimbing teater Wakamandini STKIP PGRI Ponorogo.
Dalam pagelaran tersebut ada tiga naskah drama yang berhasil dilakonkan dengan mempesona. Naskah Kesumat karya Andien PBSI 2021 A, naskah Tetangga Gonjang-Ganjing karya Mariatul Qibtiah PBSI 2021 B, dan naskah Gandrung karya Dhefia PBJ 2021. Tiap-tiap naskah menyiratkan pesan-pesan tersendiri yang sarat akan makna kehidupan. Pesan-pesan itulah yang diharapkan mampu menjadi penuntun bahkan pegangan hidup bagi setiap orang yang menikmati drama tersebut.
“Pertama, mencintai budaya dengan ikhlas dan terus berjuang tanpa menyerah itu sangat perlu. Kedua, setiap manusia tidaklah lepas dari salah dan dosa, pembedanya adalah kita seseorang berdosa yang mau bertaubat atas segala kesalahannya atau malah mencari pembenaran atas dosa-dosa yang kita lakukan. Ketiga, mencintai tak harus memiliki. Ketulusan berjuang untuk orang yang dicintai, bangsa, dan negara walaupun harus kehilangan nyawa. Seperti kutipan puisi Sapardi Joko Damono, ‘Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikanya abu’. Kiranya, itulah pesan yang dapat diambil dari pagelaran tiga naskah drama tersebut,” papar Suprapto.
Mariatul Qibtiah, penulis naskah mengungkapkan, Tetangga Gonjang-Ganjing berkisah tentang hidup bertetangga tidak serta merta membuat warga desa akur. Berbeda pandangan tak jarang membuat para tetangga terlibat cekcok. Yang satu ustadz, yang satunya lagi karyawan. Saat kena PHK, salah satu tokoh, pak Sugi (yang semula karyawan) melakukan pesugihan bersama istrinya. “Ustadz Zulfikar adalah guru SD yang hidup sederhana. Sedangkan, Sugiarto adalah seorang karyawan yang senang berfoya-foya. Terkena PHK membuat Sugiarto berpikiran buntu, ia pun nekat melakukan pesugihan.”
Tampil di hadapan penonton yang tidak hanya dari kampus sendiri, para pemain lega tuntas tampil maksimal di atas panggung. Risma Sahid Romadhon, mahasiswa sekaligus pemain di lakon Kesumat meerasa bangga bisa berpartisipasi dalam pagelaran drama. Banyak pengalaman baru yang didapat. Tahun lalu ia hanya sebagai penonton dan tahun ini ia menjadi pemain lakon. “Tema yang diangkat berbau mistis yang dekat dengan kehidupan masyarakat jadi pemain mudah memahami, mendalami, dan melakonkannya.”
Shofy Ainur Rosyidah, mahasiswa PBSI Angkatan 2020 mengaku sangat terhibur. Baginya, pagelaran drama tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. “Dari segi pemeran tokohnya, mereka terkesan menjiwai karakter masing-masing dengan maksimal. Ada beberapa pemeran yang tampil di luar ekspektasi saya. Dan, untuk alur cerita sedikit membuat penasaran penonton. Banyak adegan yang mengejutkan,” ungkapnya saat diwawancarai.
Di akhir, Suprapto selaku dosen pembimbing menyampaikan apresiasinya bagi para mahasiswa yang sudah tampil. Pihaknya merasa senang dan bangga dengan capaian teman-teman mahasiswa. Bahkan mereka menyatakan kesiapannya untuk mengadakan pagelaran drama di waktu mendatang. “Harapan saya, teman-teman mahasiswa terus berkarya semangat memberikan hal yang baru, tidak berpuas hati sampai di sini,” pungkasnya. (Red/Yun_Humas).