Mengulik Hadroh, Musik Pengiring Sholawat Nabi
Sukomangu, Purwantoro_Sholawat merupakan bentuk ekspresi kerinduan umat islam kepada Nabi Muhammad SAW. Sholawat biasanya diucapkan dalam bentuk narasi seperti diba’i, simtudduror maupun nastar. Ada pula diucapkan dalam bentuk syair dan diiringi oleh musik pengiring rebana dengan gaya khas yang dikenal oleh penduduk muslim di Indonesia sebagai Hadroh, Banjari dan habsyi
Hadroh adalah kesenian rebana yang mengakar pada kebudayaan islam yang sering disebut sebagai kegiatan syiar lewat syair. Hadroh merupakan musik pengiring sholawat yang terhitung tua diantara ketiga jenis ini. Musik ini diminati dan populer di era 90’an. Namun, ketika sudah memasuki tahun 2010, musik hadroh mulai kehilangan pamornya di beberapa kota dan tergantikan oleh banjari dan habsyi
Pola dalam musik hadroh ini cukup sederhana, terdiri dari groub bas 1, bas 2 dan bas 3 dengan bunyi suara “D.T.D.TT.T.D” . Sedangkan groub terbangan terbagi menjadi mapat, nelu dan lanangan yang memiliki pola ketukan yang berbeda-beda.
Dalam satu minggu kami mengikuti kegiatan KKNT di Sukomangu, kami mendapat undangan masyarakat untuk mengikuti kegiatan rutinan pembacaan simtudduror di dusun. Dalam hal, saya terkejut dan tertarik dengan alat musik yang ada. Di sana alat musik itu mengingatkan saya dengan kegiatan-kegiatan sholawat yang pernah saya ikuti di waktu saya kecil.
Kegiatan pembacaan simtudduror berjalan dengan khidmat. Sesekali jamaah mensyairkan sholawat diiringi musik hadroh dengan perasaan nostalgia didalam diri saya. Setelah selesai kami berbincang-bincang dengan ibu-ibu jama’ah disana dan disana saya berkata “ternyata disini musik hadroh masih ada ya bu. Jujur, saya sedikit kaget dan antusias melihatnya bu. Ya karena di kota kami ponorogo, jarang sekali musik hadroh dimainkan. Apalagi di perkotaan bu, disana yang terdengar hanya musik habsyi dan banjari dalam kegiatan sholawat.
Pewarta: Humas KKNT Desa Sukomangu