Etos Menulis Mualif Menghantarkannya Meraih Juara 2 Lomba Jurnalistik Grebeg Suro Ponorogo 2025

Menari dalam Balutan Gamelan yang Mati Suri adalah judul feature Mualif Hidayatulloh yang berhasil menghantarkannya meraih juara 2 dalam Lomba Jurnalistik Grebeg Suro Ponorogo 2025. Tulisan ini menarasikan bagaimana peristiwa dramatis yang dialami oleh grup Reyog Jaya Manggala dari SMPN 2 Ponorogo yang mengalami kejadian tak terduga berupa matinya sound system ketika tampil.
Mahasiswa yang suka menulis cerpen itu mulanya tak berniat menulis tentang hal itu. Namun, setelah mendengar cerita dari guru menulisnya, Mualif berubah pikiran. Ia mengabaikan ide pertamanya lalu menggarap kisah Jaya Manggala itu.
“Sebelumnya saya berencana menulis tentang kondisi para pedagang kaki lima di area alun-alun saat pementasan reyog. Kemudian guru menulis saya—bapak Sutejo—bercerita tentang SMPN 2 Ponorogo yang mengalami kejadian aneh sound system mati itu. Saya tertarik. Setelah berdiskusi selama 4 hari akhirnya saya menulis tentang itu. Saya mulai mencari-cari informasi tambahan untuk melengkapi tulisan,” ungkap mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia itu.
Dalam menulis feature Mualif memanfaatkan pengalamannya dalam menulis cerpen. Sebab pada dasarnya feature itu seperti cerpen hanya saja berbasis data. Kebiasaannya menulis cerpen tentu saja mempermudah Mualif untuk membuat feature semenarik mungkin. Selain itu motivasi dari guru menulis dan teman-teman komunitas menulis adalah faktor pendorong yang menguatkan.
“Dulu pernah mengikuti lomba menulis cerpen tapi hasilnya belum memuaskan bahkan ada yang gagal. Akan tetapi hal itu tidak membuat saya menyerah dan terus berkarya, terus mengikuti event-event menulis yang ada.”
Perjuangan Mualif untuk terus menulis akhirnya berbuah manis. Feature yang dibuatnya dengan kerja keras akhirnya berhasil menyabet juara 2. Mulanya, saat diumumkan panitia bahwa karyanya masuk 5 besar, Mualif sudah merasa bangga dan bahagia. Dan kebahagiaan itu berlanjut manakala ia dinobatkan sebagai juara.
“Yang membuat lebih bangga adalah mendapat apresiasi dari orang tua, guru menulis, dosen-dosen, teman, dan orang-orang sekitar saya. Bapak Sutejo guru menulis saya mengatakan, melihat orang yang saya bina juara itu rasanya lebih membanggakan daripada saya sendiri jadi juara. Semua itu membuat saya bangga sekaligus terharu.”
Pengalaman manis ini tentu menjadi pemantik semangat baru dalam menulis. Mualif akan terus membaca, berlatih menulis, dan juga berlatih mengendalikan diri sendiri. “Saya selalu ingin menulis, tetapi seringkali gagal karena mood yang belum bisa dikendalikan. Tapi kalau momennya pas, menulis itu enak sekali sampai sulit untuk berhenti.” (Red/Yun_Humas)
Previous