Anwar Caca Antarkan Sapta Juara Cerpen Tingkat Nasional
Terinspirasi dari film “Jagal” (dalam Bahasa Inggris: The Act of Killing) garapan sutradara Joshua Oppenheimer, cerpen Sapta Arif berhasil menyabet juara 2 lomba menulis cerpen tingkat nasional. Lomba ini diselenggarakan oleh kamarsastra.com dengan dua juri sastrawan kenamaan nasional: Yuditeha dan Dewanto Amin S.
“Saya pernah membaca dari berbagai ulasan bahwa film ini sempat menuai pro dan kontra. Meskipun, di saat yang sama, filmnya juga mendapatkan banyak penghargaan di luar negeri.” ujar Sapta.
Cerpen berjudul Anwar Caca dan Jejak Kejadian di Kota M berkisah tentang kepedihan Anwar Caca yang ditinggal mati oleh kekasihnya. Julukan Anwar Caca melekat pada tokoh karena ia senang manari caca untuk menghibur anak-anak di kompleks rumahnya, ungkap Sapta. Berlatar kejadian kelam yang pernah terjadi di Indonesia (G30S/PKI), Sapta menggarap cerpen ini dengan balutan alur maju mundur dengan transisi yang sangat halus. Hal ini diungkapkan dalam pertanggungjawaban dewan juri di laman kamarsastra.com.
“Anwar Caca dan Jejak Kejadian di Kota M disajikan dengan plot yang menarik. Perubahan alur maju-mundur sangat halus meskipun “tanpa aba-aba.” Cerpen itu berkisah tentang peristiwa kelam pada masa lalu yang diselang-seling dengan masa sekarang. Ceritanya sangat menarik. Diksinya sangat kaya.”
Sapta merasa tergugah mengangkat salah satu tokoh dalam film Jagal lantaran menyajikan pesan yang satire tentang kontroversi kejadian kelam dalam sejarah Indonesia. Penulis buku Bulan Ziarah Kenangan ini mengaku beruntung karena deadline pengiriman lomba sempat mundur. Hal ini dimanfaatkan Sapta untuk memperbaiki detail cerita.
“Fase editing, lebih banyak saya gunakan untuk memperbaiki detail cerita.” ujar Sapta.
Sapta mengutip ungkapan Sutejo yang sekaligus guru menulisnya bahwa cerpen adalah tokoh yang bergerak. Untuk membuat cerpen yang baik, kita perlu meramu tokoh yang kuat. Setelah itu, peristiwa dalam cerpen akan bergulir dengan sendirinya, tambah Sapta.
“Yang lama memang risetnya, perlu baca dari beberapa sumber sampai nemu sudut pandang bercerita yang pas, baru saya tentukan siapa tokohnya, dan mengalirlah ceritanya.” pungkas Sapta. []