Suprapto, Dosen STKIP PGRI Ponorogo Raih Gelar Doktor Tanpa Ujian Terbuka
Suprapto, Dosen STKIP PGRI Ponorogo, meraih gelar doktor bidang Ilmu Pendidikan Bahasa Indonesia setelah berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan dewan penguji di Universitas Sebelas Maret Surakarta, Kamis, (27/7).
Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Jawa itu mengangkat judul Estetika Ludruk Jawa Timur. Hal yang menjadi alasan Suprapto mengangkat judul ini bermula dari keresahannya melihat realita bahwa salah satu kearifan lokal asli Jawa Timur itu mulai ditinggalkan oleh generasi, padahal di dalam seni ludruk banyak nilai estetika dan nilai kearifan yang tidak dimiliki seni sastra lain.
Di samping itu, karena dalam seni ludruk ada berbagai seni lain di dalamnya, yaitu seni drama, seni tari, seni musik yang dipadukan dengan seni kidungan jawanya. Hal ini menjadikan ludruk sebagai kesenian yang begitu lengkap dan bernilai adi luhung. Kemudian, penelitian tentang ludruk yang fokus pada estetika dalam pementasan, bahasa, dan nilai masih jarang dilakukan.
“Ludruk merupakan budaya lokal daerah Jawa Timur yang sangat pantas untuk dijadikan obyek dengan cerita juga sebagai salah satu upaya memperkenalkan bahwa ludruk adalah budaya daerah ke ranah nasional bahkan internasional,” imbuh Suprapto.
Pihaknya mengaku bahwa dalam proses pengerjaan disertasinya ada beberapa hal yang menjadi kendala. Salah satunya adalah faktor lokasi. Penelitian untuk bahan disertasi ini dilakukan di tiga tempat, yaitu di Ludruk RRI Surabaya, Ludruk Karya Baru di Mojokerto, dan Ludruk Suromenggolo di Ponorogo. “Kalau di Surabaya lokasinya cukup jauh. Kalau di tempat lainnya asyik-asyik saja, khususnya di Ponorogo yang dipentaskan sesuai dengan kaidah pementasan.”
Di hadapan delapan penguji, yang terdiri dari Prof. Sahid Teguh W.,S.S.,M. Hum.,Ph. D, Dr. Mardiyana, M.Si., Prof. Dr. Andayani, M.Pd., Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum., Dr. Atikah Anindyani, S.S., M. Hum., Prof. Dr. Slamet Subiyantoro, M.Si., dan Prof. Dr. Maman Suryaman, M.Pd., lelaki yang akrab disapa Prapto itu mempresentasikan hasil disertasinya dengan matang dan menyakinkan.
Setelah dinyatakan lulus ujian disertasi oleh Dekan, Suprapto juga diperbolehkan untuk tidak melaksanakan ujian terbuka. Hal luar biasa ini diputuskan atas pertimbangan luaran prosiding dan jurnal internasional yang telah ter-publish.
“Sebuah anugerah yang luar biasa bagi saya dengan tidak adanya ujian terbuka. Saya sangat bersyukur walau dalam hati saya belum percaya. Saya sampai memastikan hal itu kepada penguji sekaligus pembimbing saya, Bu Nugraheni. Dan ternyata semua itu benar,” paparnya dengan wajah bahagia. (Red/Ags-Yun)