Mahasiswa KKNT STKIP PGRI Ponorogo Melakukan Kunjungan ke UMKM Tempe di Kelurahan Tegalrejo

Mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo yang tengah melaksanakan KKN di Kelurahan Tegalrejo melakukan kunjungan ke salah satu UMKM pembuatan tempe, kemarin (18/2). Kunjungan ini bertujuan untuk melihat langsung proses produksi tempe yang dilakukan oleh UMKM “Jamur Tempe” milik Pak Atek Maulana.
Dalam kesempatan tersebut, mahasiswa KKNT mencoba menggaki informasi seputar UMKM tersebut dengan harapan mereka bisa memperoleh pengetahuan baru.Atek Maulana telah merintis usaha tempe ini sejak tahun 2010. “Saya merintis usaha ini sejak masih bujangan sampai punya anak seperti sekarang,” ucapnya.
Dalam proses produksinya, hanya ada tiga orang yang terlibat, yaitu Pak Atek, adiknya, dan istrinya. Meskipun tanpa karyawan tambahan, mereka mampu menghasilkan tempe berkualitas dengan omset harian mencapai 50 kg, dan lebih banyak lagi saat hari-hari besar seperti lebaran.
UMKM ini memproduksi tempe dengan bahan plastik yang dilubangi, memberikan variasi pada ukuran tempe, mulai dari kecil (Rp.500), ukuran sedang (Rp2.000), hingga besar (Rp5.000). Selain itu, omset harian dapat mencapai 70 kg kedelai pada puncaknya, serta bahan baku yaitu kedelai, dipasok langsung dari Ponorogo.
Menurut pengakuan Atek, salah satu tantangan utama dalam produksi tempe adalah cuaca. “Jika cuaca sedang dingin atau musim hujan, proses pembuatan tempe menjadi lebih sulit, karena tempe membutuhkan suhu yang tepat untuk fermentasi yang sempurna. Kalau musim hujan atau dingin, tempe sulit untuk fermentasi dengan baik. Itu jadi tantangan tersendiri buat kami,” paparnya. Meskipun demikian, Atek dan keluarga tetap bersemangat menjalani usaha ini.
Atek menjelaskan langkah-langkah produksi tempe di UMKM ini. Proses dimulai dengan merebus kedelai selama 4 jam, lalu direndam selama 1 hari 1 malam. Setelah itu, kedelai dicuci bersih agar terbebas dari asam. Proses selanjutnya adalah pembungkusan yaitu mencetaka kedelai menggunakan plastik khusus yang telah dilubangi. Ada tiga varian ukuran plastik yang digunakan, yaitu kecil, sedang, dan panjang hingga 2 meter. Setelah pengopenan, tempe siap untuk dijual, langsung dipasarkan ke pasar setempat.
Atek mengungkapkan bahwa motivasinya mendirikan usaha tempe ini adalah untuk memperbaiki kehidupan dan menafkahi keluarga, karena beliau dulu tumbuh di keluarga yang kurang mampu. “Dulu saya berasal dari keluarga yang kurang mampu, dan belajar membuat tempe dari kakak saya. Sekarang saya bisa mengembangkan usaha ini dengan tekad kuat dan kerja keras,” tutur Atek dengan penuh semangat.
Dengan tekad dan semangat kerja keras, usaha tempe Pak Atek Maulana telah menjadi contoh nyata bahwa dari usaha mandiri, seseorang dapat mengubah nasib dan memberikan manfaat bagi orang lain melalui produk lokal yang berkualitas.
Pewarta: Nely Restiana (Mahasiswa KKNT Kelompok 11, Tegalrejo).
Previous