Sutejo, Literasi Butuh Keteladanan
PAMEKASAN– Lantai dua Aula PKP-RI Pemekasan Jawa Timur menjadi pusat gelaran diseminasi gerakan literasi nasional. Sebanyak 100 peserta memadati aula tersebut mulai dari kalangan Guru, MPGP, MKKS, pustakawan, pengiat literasi, mahasiswa, dan siswa ambil bagian dari kegiatan yang diselenggarakan Balai Bahasa Jawa Timur (21/19).
Kesempatan itu dihadiri Kepala Dinas Cabang wilayah Pamekasan Slamet Goestiantoko M.Si.,. Kepala Balai Bahasa Jawa Timur Drs. Mustakim, M.Pd serta Ketua STKIP PGRI Ponorogo Dr. Sutejo, M.Hum, yang didapuk sebagai pemateri.
Sutejo yang datang dari Ponorogo menyambut baik acara itu. Beliau begitu semangat untuk menularkan beragam pengalaman literasi dari kota Reog ke Pamekasan. Menurutnya literasi harus di bangun dari komunitas ke komunitas, kampung ke kampung serta rumah ke rumah. Hingga menjadi gerakan masif yang dilakukan seluruh masyarakat Indonesia.
Literasi digital menjadi pokok bahasan pada kesempatan itu. Lebih jauh menekankan pada prospek dan pemberdayaan literasi di era digital. Menurut Sutejo terdapat empat generasi dalam kaitan era digital, yaitu generasi X, Y, Z, dan ALPA. Masing-masing memiliki karakter tersendiri. Perlu jangkar untuk saling menguatkan dan mendukung. Misalnya generasi X harus meneladani gerakan literasi generasi lainnya, generasi Y dan Z memanfaatkan peluang era digital serta generasi ALPA harus mematangkan pola pikir karena bertubuh digitalisasi.
Lanjut Sutejo, dalam menyongsong era digital perlu menanamkan risk managemen resiko yang tepat. Adapun manajemen itu berupa; (i) identifikasi, (ii) menaksir, (iii) ulasan, (iv) kontrol, (v) mitigasi, dan (vi) pemantauan. Melalui managemen itu bertumpu harap menjadi titik balik kesadaran agar tidak terbawa tsunami informasi era sekarang.
“Era digital meski cermat agar memiliki kesadaran, kepekaan, dan kecepatan dalam menghadapi,” pesan penggagas Sekolah Literasi Gratis (SLG) itu.
Acara yang di kemas semi formal itu membawa semangat baru. Peserta terlihat begitu serius, nyaman, dan sesekali tertawa kecil. Suasana berubah ketika sesi tanya jawab di buka, sedikit riuh karena hampir seluruh peserta ingin mengajukan pertanyaan.
Fikri peserta pengiat literasi sembari bertanya juga berkeluh kesah tentang rendahnya minat baca anak-anak dan masyarakat sekitarnya. Latifah bertanya tentang indikator keberhasilan gerakan literasi.
“Literasi itu butuh keteladanan. Bagaimana mau mengajak orang membaca kalau tidak gemar membaca. Literasi itu harus tumbuh dari dalam diri dahulu. Puncaknya literasi akan menjadikan seseorang semakin berertika dan mengalami perubahan perilaku” jawab Sutejo sekaligus menjawab pertanyaan Latifah.
Lelaki penulis 34 buku itu bercerita pengalaman keteladan literasi. Ketika mewajibkan mahasiswa menulis di salah satu PTN di Ponorogo. Jauh sebelumnya melakukan hal sama di kampus STKIP PGRI Ponorogo. “Saat itu dua mahasiswa saya menjadi pemenang sayembara menulis esai Balai Bahasa Jatim 2015. Satu menjadi juara pertama dan pemenang harapan satu,” bercerita dengan berkaca-kaca bangga akan prestasi mahasiswanya.
Beliau tidak sekadar mengajar untuk ikut sayembara menulis esai. Jauh sebelumnya adalah pelaku. Beberapa karya terutama esai telah dimuat berbagai media cetak, Kompas, Jawa Pos, Surya, Bali Pos dan banyak lagi. Dalam kaitan ini Sutejo membuktikan bahwa keteladanan itu harus ada. “Pengalaman adalah guru terjujur. Mari meningkatkan pengalaman yang akan menjadi wasilah literasi,” pungkasnya.
Supandi salah satu peserta merasa terkesan dan bangga dapat mengikuti diseminasi generakan literasi nasional. [ags/Humas STKIP PGRI Ponorogo]