Pendidik Berkualitas Cinta
Ada banyak alasan seseorang memilih profesi sebagai pendidik:Guru/Dosen. Karena cita-cita, pengabdian, panggilan jiwa, ketertarikan, kebetulan atau bahkan karena sebuah keterpaksaan. Apapun alasanya menjadi seorang pendidik tentunya harus sadar betul akan konsekuensi dan tanggungjawab yang wajib diemban dalam tugasnya mengawal pendidikan.
Dalam falsafah jawa guru kui digugu lan ditiruartinya bahwa menjadi pendidik selayaknya harus selalu bisa bertutur, berbuat dan bersikap baik sehingga dapat dicontoh oleh murid-muridnya. Pendidik adalah model bagi siswanya. Bahkan di jenjang pendidikan anak usia dini diumpamakan oleh anak-anak guru itu adalah dewa mereka. Istilah Dewa ini melekat dihati anak-anak. Bagaimana tidak? Semua, apa saja yang disampaikan oleh gurunya akan dianggap benar dan diikuti oleh anak-anak. Ini adalah kebanggaan sebagai pendidik sekaligus peringatan. Artinya, bahwa menjadi pendidik tidak boleh salah dalam semua hal, terutama ketika menyampaikan materi dan juga informasi di sekolah.Begitu besar pengaruh seorang pendidik terhadap kelangsungan wawasan dan pola pikir peserta didiknya sehingga profesi ini harusnya bukanlah pilihan yang beralaskan keterpaksaan.
Mendidik sejatinya tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, akan tetapi juga menanamkan nilai-nilai kehidupan yang baik, ikut serta membantu menata sikap positif peserta didik, dan mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didiksehingga nantinya siap menghadapi jenjang sekolah dan jenjang kehidupan berikutnya. Hal itu sejalan dengan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 3 bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Untuk melahirkan peserta didik yang diharapkan oleh Undang-undang dan siap menjadi generasi bangsa berkualitas maka tentunya dibutuhkan pendidik yang berkualitas pula.
Berbicara kualitas maka sejenak kita akan berpikir tentang bagaimanakah sebenarnya pendidik yang berkualitas. Apakah pendidik yang datang ke sekolah tepat waktu? Apakah pendidik yang selalu membawa setumpuk buku? Apakah pendidik yang tegas dan berwibawa? Ataukah pendidik yang ditakuti oleh murid-muridnya? Tentunya masing-masing orang akan memiliki pendapat yang berbeda sesuai pengalaman dan sudut pandangnya. Guru, kepala sekolah, murid, wali murid, dan masyarakat umum akan memiliki anggapan yang berbeda-beda dalam merumuskan pendidik yang berkualitas.
Sutejo dalam buku Teknik Kreativitas Pembelajaran menyampaikan beberapa indikator kualitas yang layak dimiliki oleh seorang guru yaitu: (1) kualitas kompetensi, (2) kualitas bahasa dan komunikasi, (3) kualitas emosional, (4) kualitas berpikir, (5) kualitas akademik, (6) kualitas kreatif, (7) kualitas etos, dan (8) kualitas cinta. Delapan kualitas tersebut sangat menginspirasi.
Berkaitan dengan kualitas kompetensi, kualitas akademik, dan kualitas berfikiradalah syarat mutlak untuk dapat dikatakan pendidik berkualitas. Artinya sebagai pendidik wajib untuk memiliki latar belakang pendidikan yang relevan berkaitan dengan bidang ajarnya, terampil, cakap, berpola pikir logis, dan berwawasan luas.Kualitas bahasa dan komunikasi adalah syarat wajib berikutnya, dimana kejelasan dan kelugasan bahasa yang digunakan pendidik dalam proses pembelajaran akan berpengaruh terhadapdaya serap dan pemahaman peserta didik. Kualitas emosional menempatkan situasi dan kondisi seorang pendidik harus senantiasa mengendalikan diri, menjadi pribadi yang menyenangkan dan menenangkan dalam setiap kali bersosialisasi dengan peserta didiknya.
Kualitas kreatif dan kualitas etos adalah juga penting. Pendidik yang memiliki etos kerja dan keuletan terhadap bidangnya maka akan diiringi kreativitas disetiap pembelajaran. Membuka pembelajaran dengan penuh kesan, memilih berbagai strategi dan teknik disesuaikan dengan gaya belajar siswa, menggunakan media yang menarik, menyelipkan penguatan, serta menutup pembelajaran dengan penuh kerinduan. Pendidik dengan kualitas demikian pasti akan menjadi idola. Tetapi semua kualitas tersebut akan gugur tanpa adanya kualitas cinta. Tidak akan ada hasil yang baik jika pendidik tidak cinta pada profesinya. Dengan cinta profesi menjadikannya rela berkorban dan melakukan apa saja demi kebaikan peserta didiknya, dengan cinta semua tuntutan profesi pendidik akan menjadi ringan, lebih semangat dan tentunya lebih menikmati setiap gerak-gerik warna-warni dunia pendidikan.
Boleh disimpulkan bahwa pendidik yang berkompetensi dan berkualitas cinta adalah sosok dengan paket lengkap sehingga bisa menjadi teladan bagi peserta didiknya. Kalau setiap pendidik mampu memenuhi kualitas kompetensi, kualitas akademik, kualitas berpikir, kualitas bahasa, kualitas komunikasi, kualitas kreatif, kualitas etos dan selalu melangkah dalam proses pembelajaran dengan cinta profesi yang tinggi maka tujuan pendidikan nasional akan mudah tercapai. Karena kualitas pendidik adalah cermin bagi kualitas peserta didik.
Penulis: Cutiana Windri Astuti, M.Pd.
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo
*Artikel telah dimuat Jawa Pos Radar Ponorogo, Edisi November 2016.