Ngaji Literasi Bersama Pemenang Sayembara Dewan Kesenian Jakarta
Ponorogo– Pemenang Sayembara Dewan Kesenian Jakarta tahun 2010 Arafat Nur berbagai inspirasi di rumah literasi STKIP PGRI Ponorogo, (Senin 9 September 2019). Rumah yang tepat di sebelah utara kampus literasi itu memang diperuntukan untuk diskusi literasi dan sharing kepenulisan, baik dari kalangan mahasiswa, pelajar hingga kalangan umum.
Pria kelahiran Aceh itu asyik berbagai inspirasi bersama mahasiwa STKIP PGRI Ponorogo. Raut wajah capek yang nampak tidak menyurutkan niatnya untuk berbagai. Terlebih melihat antuasias mahasiswa yang sedari siang menunggu. Meskipun Mas Arafat sapaan akrabnya juga baru selesai diskusi juri untuk Anugerah Ronggowarsito STKIP PGRI Ponorogo yang total hadiah 100 juta.
Novel berjudul Lampuki yang mampu meraih Pemenang Sanyembara Dewan Kesenian Jakarta menjadi topik bahasan malam itu. Menariknya novel pemenang nasional itu hanya ditulis dalam jangka waktu 10 hari. “Saya berhenti menulis ketika shalat, makan, mandi, dan sedikit istirahat,” ceritanya.
Lampuki terbilang novel istimewa, tidak saja persoalan waktu menulis yang singkat. Secara khusus cerita yang mengisahkan kampung halamannya, yaitu tentang Aceh di daerah otonomi daerah militer. Sebuah kenyataan tentang berbagai konflik di Aceh pada masa itu. Terdapat dua tokoh yang memiliki karakter kuat, yaitu Tengku sebagai guru ngaji dan Ahmadi seorang pemberontak yang berada di kampung Lampuki.
Disinggung soal inspirasi menulis pihaknya justru menceritakan berbagai buku bacaan, menariknya buku bacaan ini tidak saja berasal dari dalam negeri tetapi juga luar negeri. Puluhan buku telah dilahapnya semasa karier dunia kepenulisan. Cerita itu sekaligus menegaskan inspirasi menulis salah satunya banyak membaca. “Saya sering jalan kaki di kampung sambil membaca. Kalau mood menulis hilang ya jalan saja,” tambahnya.
Sastawan yang pernah menjadi wartawan berprestasi ini memberikan arahan bagi penulis pemula. Utamanya bagi kalangan pelajar untuk menulis dari hal terdekat, semacam keluarga, sekolah, persahahabat, dan konflik di lingkungan masyarakat. “Jangan langsung menulis persoalan cinta. Itu sudah biasa,’ pungkasnya.
Arafat Nur akan mengulas lebih tentang proses kreatif kepenulisan dan tips menulis novel, termasuk mampu memenangkan berbagai penghargaan nasional di SLG 2 (Sekolah Literasi Gratis 2) STKIP PGRI Ponorogo. Pihaknya telah siap berbagi di kampus literasi, lebih-lebih sangat tidak sabar untuk berjumpa dengan peserta yang menurutnya menjadi potensi besar mengangkat nama Ponorogo dari ranah kepenulisan.
SLG 2 merupakan lanjutan SLG yang sukses diselenggarakan STKIP PGRI Ponorogo. Berbagai tokoh literasi nasional maupun internasional sukses dihadirkan. Kalangan akademisi, sastawan, penyair, hingga budayawan kondang pernah berbagi di sekolah literasi. Sekolah literasi muncul sebagai keprihatinan akan masih minimnya tingkat literasi di masyarakat.
Program untuk mensukseskan Gerakan Literasi Nasional (GLN) ini dirangkai dengan kegiatan literasi lainnya, semacam hibah literasi, muhibah literasi, pendampingan desa literasi, dan puncaknya Anugerah Ronggowarsito. Untuk berita terkait bisa dilihat Anugrah Ronggowarsito
Rizal pengagum lelaki berdarah Aceh itu sudah menunggu-nunggu untuk bergabung dan mengikuti SLG 2, terlebih sejak lama menyukai karya-karyanya. “Memang luar biasa SLG, mendatangkan tokoh literasi yang luar biasa pula,” pungkasnya sambil memperlihatkan novel Surga Tanah Merah. Red/Agus Setiawan (Humas)