Mencegah Penyalahgunaan Obat PCC
Oleh: Sri Wahyuni
Belum lama ini publik dihebohkan dengan kasus puluhan remaja di Kendari, Sulawesi Tenggara, yang menjadi korban ilegal Paracetamol, Cafein, Carisoprodol (PCC). Lebih dari 60 remaja di Kendari mengalami gangguan kesehatan dan dua tewas akibat mengonsumsi pil PCC. Rata-rata korbannya adalah anak yang masih duduk di bangku SD, SMP dan SMA. Puluhan remaja tersebut dilaporkan hilang kesadaran.
Meskipun penggunanaan PCC dilarang sejak tahun 2013 namun masih ada saja oknum yang melanggar peraturan tersebut. Selain kasus di Kendari penyalahgunaan obat PCC juga terjadi di beberapa tempat. Pertama, pada tanggal 16 September lalu Kepolisian Resor Jayapura menggagalkan peredaran 1.010 obat PCC di kota Jayapura, Papua. Kedua, di hari yang sama Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Makasar menyita 29.000 butir obat PCC.
Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Paracetamol, Cafein, Carisoprodol (PCC) merupakan narkoba jenis baru yang dipasarakan untuk anak-anak sekolah. Obat PCC yang dikonsumsi anak pada akhirnya akan merusak susunan saraf pusat anak di otak. Perwujudan kerusakan saraf pusat itu bermacam-macam, diantaranya yaitu memunculkan efek halusinasi, perubahan mood yang signifikan, serta gangguan perilaku dan emosi. Gejalanya yaitu cemas, ketakutan, dan panik yang terjadi pada pengguna obat. Lebih parahnya penggunaan obat PCC yang berlebihan dapat menyebabkan kematian. Ternyata, begitu dahsyatnya dampak obat PCC bagi penggunanya.
Keterlibatan puluhan anak dalam penyalahgunakan obat PCC tentu saja membuat prihatin semua pihak. Bagaimana tidak, obat ini akan sangat berbahaya jika sampai dikonsumsi oleh anak-anak. Tentu saja dampak penggunaan obat tersebut akan berpengaruh terhadap masa depan anak. Anak sebagai generasi muda merupakan aset masa depan yang harus dijaga dan dilindungi. Salah satunya dijaga dan dilindungi dari bahayanya obat PCC. Menjaga dan melindungi anak dapat dilakukan oleh tiga komponen yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Dari tiga komponen di atas, komponen yang memiliki peluang paling besar adalah keluarga, khususnya orangtua. Keluarga memiliki peran penting untuk membentengi generasi muda dari penyalahgunaan obat PCC. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan membangun pola komunikasi yang baik antara orangtua dan anak. Pola ini merupakan cara terbaik untuk menanamkan pendidikan tentang bahayanya penggunanaan obat PCC.
Joseph A. California dalam buku How to Raise a Drug Free Kid: The Straight Dope For Parents (2009) menyatakan bahwa ‘orang tua tidak boleh mengurangi apalagi memutuskan pola komunikasi dengan anak ketika usia remaja.’ Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa orangtua harus selalu menjaga pola komunikasi dengan anak. Komunikasi antara orangtua harus senantiasa dibangun terutama ketika memasuki masa remaja. Sebab, pada masa ini anak sangat perlu pendampingan dari orangtua.
Masa remaja merupakan masa di mana anak mulai mencari jati dirinya. Pada masa inilah anak akan mudah tergoda dengan berbagai gaya hidup yang kurang tepat. Ini merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri, sebab sudah banyak fakta bahwa bukan hanya satu-dua remaja Indonesia yang mengalami hal semacam itu melainkan puluhan remaja. Rata-rata emosi mereka belum stabil dan mudah terpengaruh.
Oleh karena itu, pendampingan dan pengawasan orangtua sangat diperlukan pada saat anak memasuki usia remaja. Pendampingan dan pengawasan ini dapat dilakukan melalui pola komunikasi yang baik. Komunikasi di sini tidak hanya ketika anak berada di dalam rumah. Tetapi ketika anak di luar rumah komunikasi harus tetap berjalan walaupun lewat handpone sekalipun. Misalnya, ketika anak sedang menempuh pendidikan dan harus indekos. Maka orangtua harus tetap memantau anaknya dari rumah. Caranya yaitu dengan membangun komunikasi yang dilakukan secara rutin. Dalam komunikasi ini orangtua dapat menanamkan pendidikan tentang apa saja, misalnya antara hal yang harus dilakukan dan tidak dilakukan, antara hal yang bermanfaat dan yang tidak serta masih banyak lagi. Dengan pola komunikasi yang baik, maka anak tidak akan merasa dikekang, dilarang, atau pun ditekan akan tetapi lebih terkesan santai.
Jika komunikasi sudah terbangun dengan baik, maka kemungkinan anak terpengaruh hal-hal yang negatif akan semakin kecil. Termasuk hal yang berkaitan dengan penyalahgunaan obat Paracetamol, Cafein, Carisoprodol (PCC). Dengan begini, diharapkan kasus yang dialami puluhan remaja yang menjadi korban penyalahgunaan obat PCC seperti yang terjadi di Kendari tidak akan terjadi di daerah lain. Semoga!
***
Penulis: Sri Wahyuni,
Mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo, Panitia SLG STKIP PGRI Ponorogo.
Sumber: Duta Masyarakat edisi Rabu, 4 September 2017.