Merampok Hati dengan Tulisan
Belajar langsung dari empu penulis menjadi pengalaman istimewa. Dua penulis dihadirkan di STKIP PGRI Ponorogo untuk berbagi rahasia menulis.
STKIP PGRI Ponorogo membuktikan komitmen sebagai Pelopor Kampus Literasi Indonesia dengan kembali menggelar program Sekolah Literasi Gratis 2 (SLG 2). Program SLG 2 merupakan kelanjutan dari SLG 1 yang telah sukses diselenggarakan tahun 2016-2017 silam.
Program SLG 2 akan menghadirkan orang-orang hebat dalam bidang literasi yang diadakan setiap satu bulan sekali. Peserta berasal dari berbagai kalangan, siswa, mahasiswa, guru, dosen, maupun masyarakat umum pun boleh ikut serta.
“Kami juga akan menggelar anugerah Ronggowarsito sebagai puncak SLG 2 dengan hadiah 100 juta,” tutur Sutejo, Ketua STKIP PGRI Ponorogo saat ditemui.
Minggu (29/9), SLG 2 resmi dimulai dengan menghadirkan dua penulis kondang, Arafat Nur dan Yuditeha. Keduanya merupakan penulis yang malang melintang di dunia kepenulisan dan menyabet berbagai penghargaan bergengsi.
Arafat Nur, penulis asal Aceh yang kini menetap di Ngrayun, Ponorogo pernah menjadi pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2010 dan Khatulistiwa Literary Awards 2011 untuk novelnya yang berjudul Lampuki. Kemudian, kembali memenangkan Sayembara Novel DKJ 2016 dengan novel Surga Tanah Merah.
Di hadapan 160 peserta, Arafat Nur mendapat kesempatan pertama untuk berbagi pengalaman tentang dunia kepenulisannya. Mulai dari novel pertama Percikan Darah di Bunga (2005) hingga novel terbaru yang akan launcing bulan November mendatang di STKIP PGRI Ponorogo.
“Saya banyak membaca buku, tidak pernah secara khusus belajar menulis,” cerita kepenulisan Arafat dengan logat Melayu kental.
Sementara itu, Yuditeha, sastrawan nyentrik asal Karanganyar juga berbagi pengalaman terkait menulis cerita pendek. Cerpen yang baik, menurutnya logis dari segi kalimat maupun alur. Pun memampukan pembaca menciptakan pemahaman, karena pemahaman yang benar datang dari dalam diri.
“Menulis cerita untuk merampok hati, merogoh jiwa, meluruskan yang bengkok,” tambahnya.
Kepala Sekolah Komunitas Kamar Kata ini juga memaparkan pentingnya membaca untuk membuka pikiran. Ia pun berbagai tips agar tidak malas membaca dengan menaruh buku dimana-mana.
Lelaki yang juga berprofesi sebagai tukang cukur ini telah menghasilkan dua belas buku yang keempat diantaranya adalah kumpulan cerpen rata-rata berisi 20 cerpen. Kesemua cerpen tersebut sebelumnya telah terbit di berbagai media.
Dua pemateri SLG 2 mampu menyihir peserta dengan ciri khas masing-masing, terlebih ketika Yuditeha menampilkan musikalisasi puisi berjudul Ibu dengan begitu ekspresif hingga meneteskan air mata.
“Dua tokoh pembuka SLG 2 mampu mencuri perhatian peserta. Tunggu pemateri bulan Oktober ya,” pesan Sapta Arif, Ketua Pelaksana SLG 2. (iin rismawati)
Tuangkan Saja Isi Teko
Seringkali, cerita berangkat dari lingkungan penulis itu sendiri. Yuditeha saat memberi materi bercerita kumpulan cerpennya terilhami dari realita.
“Cerita sama dengan kehidupan kecil,” tuturnya.
Penulis buku Tiga Langkah Mati (Kompas, 2019) ini suka mengamati sesuatu yang dirasa aneh dan unik untuk dijadikan ide cerita. Bahkan, ide-ide gilanya, dengan serentet konflik yang disuguhkan, dimantapkan dengan melakukan tanya-jawab pada orang lain.
“Bagaimana, apakah ide saya keren?” tuturnya mempraktikkan.
Arafat Nur, penulis novel Lampuki (2011) juga bercerita, bahwa novelnya banyak menguak tentang kehidupannya saat di Aceh. Yaitu tentang pemberontak Gerakan Aceh Merdeka (GAM), misalnya.
Membaca menjadi kunci utama Arafat untuk menulis. Ia mengibaratkan seperti teko. Ketika teko itu diisi, saat dituang akan keluar.
“Saat sekolah jarang jajan, karena uang saku untuk membeli buku,” cerita penulis juga petani ini.
Mengamati dan membaca realita menjadi bekal kuat untuk menulis. Sebab, cerita sungguhnya bermula dari sesuatu yang pernah terjadi atau akan terjadi, yang diperkaya dengan fiksi-imajinasi penulisnya. (suci ayu latifah)
KOMENTAR
Sapta Arif N. W., Ketua Pelaksana SLG 2 STKIP PGRI Ponorogo.
Fantastis! Puluhan pasang mata peserta, tak beranjak ketika Mas Arafat dan Pak Yudi bercerita.
Ika Santi K., siswa SMAN 1 Magetan.
Memotivasi untuk menulis, dan menginspirasi jadi penulis.
Nur Laili A. P., mahasiswi Unmuh Ponorogo.
Acara yang relevan, supaya budaya literasi Indonesia meningkat.
Arimami, mahasiswi STKIP PGRI Ponorogo angkatan 2019.
Menarik. Pemateri mampu merogoh hati saya pada pandangan pertama.
Sumber: Surya, Kamis, 10 Oktober 2019 (kolom Digim@c).
1 Komentar pada Merampok Hati dengan Tulisan