[Opini] Memerdekakan Bahasa Indonesia
Oleh: Sri Wahyuni
Wahai waktu, ada selamat ulang tahun yang harus terucap, yang harus tiba tepat waktunya. Dan rasa cinta yang selalu membara. Kusedia, kuterjaga, menantimu.
Kalimat di atas adalah ungkapan singkat aktor Indonesia, Reza Rahadian, dalam acara Konser Salute Erwin Gutawa to 3 Female Songwriters yang diunggah oleh sebuah akun YouTube. Melihat video itu spontan penulis teringat akan peristiwa 91 tahun silam. Salah satu tonggak utama dalam sejarah lahirnya bahasa Indonesia. Bulan Oktober adalah waktu yang tepat untuk mengucapkan selamat ulang tahun untuk bahasa Indonesia. Oktober adalah bulannya bahasa.
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu para pemuda dari berbagai organisasi pemuda seluruh Indonesia berkumpul. Mereka menyatukan Nusantara dengan bahasa melalui peristiwa Sumpah Pemuda. Sejak saat itulah bahasa Indonesia dicanangkan sebagai bahasa nasional. Dan diresmikan sehari setelah proklamasi.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa, semakin kuat seiring dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Sebagai identitas bangsa, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai sarana pemersatu berbagai suku bangsa serta media komunikasi antaretnik.
Ada banyak cara untuk memerdekakan bahasa Indonesia, salah satunya melalui pintu cinta. Cinta terhadap bahasa Indonesia dapat dimulai dari hal paling sederhana. Misalnya, kita menggunakannya dengan setia tanpa menduakannya dengan bahasa asing. Sudah semestinya kita bangga terhadap bahasa negara kita. Jangan malu, jangan segan, dan jangan ragu untuk menggunakan bahasa Indonesia.
Kini, bahasa Indonesia memasuki usia 91 tahun. Usia yang bisa dikatakan cukup tua seiring dengan kedudukannya sebagai identitas bangsa. Lalu bagaimana kabar bahasa persatuan itu? Memprihatinkan! Jika kita mau menengok orang-orang di sekeliling kita, mereka lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada bahasa nasional. Bahasa-bahasa asing mulai menghiasi berbagai dialog masyarakat saat ini.
Tak hanya dalam percakapan, tempat-tempat umum banyak yang telah mengubah namanya dengan nama asing. Kantor-kantor megah, gedung-gedung pencakar langit, mal-mal mewah, perumahan-perumahan elite, dan merek-merek barang, semuanya lebih sering menggunakan nama asing di tubuhnya. Dalam dunia kerja, bahasa Indonesia juga masih terjajah. Ada sebagian orang yang menyebut profesinya dengan bahasa asing. Misalnya sopir, mereka akan menyebut profesinya dengan driver; satpam menjadi security; dan sebagainya. Dengan begitu mereka akan merasa lebih keren, lebih elegan. Secara makna memang tak ada yang berbeda. Namun, bahasa Indonesia kerap dianggap tak populer, kurang gaul, maupun kalah pamor dengan bahasa luar negeri.
Berbagai fenomena di atas, menunjukkan bahwa bahasa Indonesia masih terjajah oleh bahasa asing. Ada tapi keberadaanya tertindas bahasa asing di rumahnya sendiri. Jika kita benar-benar mencintai bahasa Indonesia tentunya kita bisa merasakan bagaimana sakitnya dijajah. Butuh perjuangan yang berdarah-darah, kerja keras, dan usaha besar untuk merdeka. Lalu siapa yang akan memerdekakan bahasa Indonesia kalau bukan kita, masyarakat Indonesia?
Ada banyak cara untuk memerdekakan bahasa Indonesia, salah satunya melalui pintu cinta. Cinta terhadap bahasa Indonesia dapat dimulai dari hal paling sederhana. Misalnya, kita menggunakannya dengan setia tanpa menduakannya dengan bahasa asing. Sudah semestinya kita bangga terhadap bahasa negara kita. Jangan malu, jangan segan, dan jangan ragu untuk menggunakan bahasa Indonesia. Jika sudah cinta, sudah bangga maka kita akan selalu memikirkannya. Ketika sudah memikirkan kita akan senantiasa ingin didekatnya dan bersamanya. Dengan begitu, tidak ada lagi ruang untuk bahasa asing.
Akhirnya, di bulan kelahiran bahasa Indonesia ini, mari tunjukkan rasa cinta kita. Dengan mengagungkan hari kelahirannya, maka kita akan tahu bagaimana sakralnya peristiwa 91 tahun lalu. Jangan sampai kita lupa mengucapkan selamat ulang tahun dengan alasan matahari lupa ingatan, lalu keasyikan terbenam dan terlambat terbit. Mari ucapakan bersama-sama. Selamat ulang tahun bahasa Indonesia. Semoga engkau semakin merdeka.
***
Sri Wahyuni, tim Sekolah Literasi Gratis STKIP PGRI Ponorogo. Mahasiwa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo.
Sumber: Jawa Pos Radar Madiun edisi 20 Oktober 2019.
http://epaper.radarmadiun.co.id/radar-madiun-edisi-20-oktober-2019/