Sebongkah Batu Pererat Kekeluargaan
Masyarakat tanah air terkenal dengan karakter gigih dan tolong-menolong. Keduanya, seakan-akan melekat mendarah daging. Tidak saja menyoal segala sesuatu yang besar, sesuatu yang kecil pun secara langsung terepresentasikan. Salah satunya, dapat dicermati melalui kegiatan kemasyarakatan berupa gotong royong kerja bakti.
Minggu (13/2) Kelompok 2 Kuliah Kerja Nyata Terpadu (KKNT) STKIP PGRI Ponorogo di Desa Banaran bergulat dengan masyarakat melakukan kerja bakti. Kegiatan sosial ini dilaksanakan guna memperbaiki beberapa kondisi jalan yang rusak. Bersama, mahasiwa dan masyarakat desa bahu-membahu mencari batu di sekitaran sungai. Batu-batu itulah, nantinya akan dijadikan sebagai jalan berupa makadam.
Pelaksanaannya, kerja bakti dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama bertugas menata batu di lokasi jalan. Kelompok kedua mencari batu. Masing-masing kelompok terdiri dari 15 sampai dengan 20 orang. Di kelompok itu masih ada pembagian kerja. 2 sampai dengan 4 orang bertugas memecah bebatuan berukuran besar, dan sisanya menata dan merapikan batu yang telah dipasang.
Adapun, kerja bakti dilakukan setiap hari Minggu. Salah seorang Ketua Rukun Tetangga Desa Banaran mengungkapkan, kegiatan kerja bakti tidak sekadar kumpul-kumpul melakukan aktivitas. Lebih dari itu, bertujuan mempererat kerukunan antarwarga desa.
“Ada lo dengan tetangga depan rumah saja tidak saling sapa,” ungkapnya.
Kondisi jalan, di desa memang kurang baik berbeda dengan jalanan di daerah perkotaan. Di Desa Banaran, gelombang jalan membuat jalanan butuh perhatian ekstra. Masyarakat memasang bebatuan di samping kanan dan kiri jalanan beton. Hal itu dilakukan supaya jalan tidak mudah rusak.
“Batu tidak perlu memberi. Kami memanfaatkan batu sungai supaya pengguna jalan lebih aman dan nyaman ketika masuk ke jalan pedesaan,” tutur Misri, Kamituwo Gondangsari.
Kekeluargaan terjalin mesra dalam kegiatan sosial kali itu. Adi Santoso, Amin Thohari, Adittiya Fatkhurrohman, dan Muhammad Kholilu berpartisipasi langsung. Mereka ada yang mencari bebatuan, memecah batu, dan menata batu di pinggiran jalan.
“Lelah. Kerja berat ini. Tetapi, begitulah hidup bermasyarakat, saling bahu-membahu,” keluh mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, usia kerja bakti.
Istirahat sejenak, mahasiswa dan masyarakat desa menyantap suguhan kopi dan beberapa kue. Mereka menikmati seteguk minuman sebagai pembasah tenggorokan. Selepas itu, kerja bakti dilakukan hingga matahari tepat di atas kepala.
Pewarta: Aidah Luthfia Nissa’
Editor: Suci Ayu Latifah