Lika-Liku Agus Arianto Merayap di Pulau Borneo
Desa Batu Kajang Kecamatan Batu Sopang Kabupaten Paser Kalimantan Timur adalah tempat berlabuh Agus Arianto setelah melakukan perjalanan mencari jati diri. Lelaki lulusan STKIP PGRI Ponorogo tahun 2012 ini membuktikan mahasiswa sekolah tinggi keguruan tidak melulu menjadi guru. Ia bisa menjadi apa saja sesuai peminatannya.
Saat dihubungi via WhatsAapp, Minggu kedua bulan April, lelaki 1987 itu mengungkap bekerja di PT Bank Rakyat Indonesia di Pulau Borneo membuka peluang besar baginya. Pelarian dari Pulau Jawa menjadikan dirinya manusia. Agus, yang dulunya warga Magetan, Jawa Timur setelah lulus kuliah mencari kerja di kota-kota besar. Mulai dari Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, hingga kota-kota di luar pulau Jawa. Kemapanan akhirnya didapati di Provinsi Kalimantan Timur setelah pertemuan dengan seorang satpam di salah satu bank BRI. Sebelum mantap bank BRI tersebut liku-liku kehidupan ditelan habis-habisan. Mulai dari tidur di jalanan, tidak makan, kerja serabutan hingga per jam.
“Saya istirahat di depan bank BRI Unit Waru. Saat itu masih bekerja di bengkel dan pencucian motor. Bertemu dengan seorang satpam, saya bertanya tentang lowongan pekerjaan. Satpam yang mengaku orang Solo itu menyarankan untuk memasukkan lamaran. Setelah itu, saya menyiapkan berkas-beras seadanya. Sampai akhirnya, Tuhan berkehendak baik kepada saya,” cerita Agus mengenang saat mencari pekerjaan di tanah rantauan.
Lelaki kelahiran 18 Oktober ini pun bercerita saat merantau di pulau tetangga yang dipikirkan adalah bisa hidup, bisa makan. Agus ingat saat ia harus menahan lapar karena uang yang dimiliki cukup untuk membayar ongkos kendaraan. Saat itu, anak dari pasangan Bejo dan Sunarsih benar-benar berjuang. Terlebih, saat mendapat pekerjaan tetapi tidak sesuai dengan perjanjian di kontrak kerja.
“Gaji tidak cukup dan jam kerja juga diperpanjang. Saya pun akhirnya keluar setelah satu bulan berkerja,” ceritanya saat dirinya bekerja di perusahaan tambang batu bara di kota Tanjung Redep Kabupaten Brawu.
Pernah hampir menyerah dan ingin kembali ke Jawa, dirinya mengungkapkan merantau tidak seindah yang kita tahu. Ia harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup. Jauh dari keluarga, teman sudah pasti. Di saat puncak kemenyerahan, lelaki ramah ini memutuskan ikut saudara di Kabupaten Paser, hingga kini.
Sampailah di sana, Agus mencari pekerjaan apa pun asalkan halal. Termasuk menjadi tukang bengkel, kemudian melamar pegawai di bank BRI. Satu minggu setelah memasukkan lamaran, lelaki berperawakan tinggi ini diminta melakukan tes psikotes bersama 300 pelamar lainnya. Setelah itu, ada panggilan lagi untuk tes wawancara dengan managemennya. Saat itu dirinya melamar sebagai customer.
Tes wawancara diikuti sekitar 50 orang. Panggilan selajutnya, medical cek-up sekitar 15 orang. Tiga hari berselang diumumkan saya diterima sebagai petugas pelayanan Unit Waru. Lima bulan bekerja mendapat tawaran mengikuti job opening teller di BRI Soteks, dekat dengan sepaku yang bakalan menjadi ibu kota negara. Setahun bekerja dipindah ke BRI Unit Tanah Grogot sebagai customer service.
“Di Soteks mendapat tawaran sebagai agen Bri-Link selama 3 bulan, dan setelah itu mengikuti seleksi Relationship Manager (RM) di Tanah Grogot. Dari beberapa rangkaian tes akhirnya lulus di RM hingga sekarang. Tugasnya, membangun dan memelihara hubungan dengan klien. Lalu mengadakan penyuluhan digital dan pemasaran produk-produk bank, dan pengusulan pengkreditan,” tutur suami dari Vivin Damayanti yang juga lulusan STKIP PGRI Ponorogo ini.
Agus bersyukur, sekali pun tidak menjadi guru, ilmu-ilmu yang diperoleh di kampus STKIP PGRI Ponorogo bermanfaat saat dirinya bekerja. Seperti halnya cara beretorika dengan nasabah, etika menghadapi klien, berbicara di depan umum dan lain sebagainya.
“Di STKIP tidak saja ilmu menjadi seorang guru, tetapi motivasi mengejar cita-cita lewat jalur lain. Banyak pengalaman dari STKIP yang saya aplikasikan dalam pekerjaan. Ilmu dari kampus saya terapkan saat bekerja,”
Terinspirasi dosennya, Sutejo membuat Agus berani bermimpi. Ia ingat pesan dosennya supaya mengumpulkan kekuatan untuk mewujudkan setiap impian. Berkat pesan itulah, dirinya tak surut dalam berjuang. Terlebih setelah berkeluarga dan memiliki seorang anak. Lelaki yang pernah membangun usaha konter, penjualan asesoris, dan jam tangan ini membuktikan sukses keluar dari zona nyaman yang kebanyakan lulusan keguruan adalah menjadi guru.
Ayah dari anak Jamesha Philo Arianto berpesan kepada generasi muda, bilamana setiap perjuangan pasti ada hasil yang dapat dinikmati. Belajar dan semangat. STKIP PGRI Ponorogo, bagi saya kampus luar biasa, kampus profesional yang banyak mencetak mahasiswa-mahasiswinya menjadi alumni luar biasa. Keluar dari sana, banyak ilmu yang bisa diaplikasikan di dunia kerja.
Pewarta: Suci Ayu Latifah
1 Komentar pada Lika-Liku Agus Arianto Merayap di Pulau Borneo