Kerasan, Orang Tua Wakil Suara Tuhan
Kerasan di dunia pendidikan dirasakan Ari Winarno. Laki-laki yang menyukai dunia perteknikan ini mulanya terpaksa masuk dalam dunia pendidikan. Setelah lulus dari sekolah jenjang menengah, dirinya mendaftarkan diri di kampus keguruan, STKIP PGRI Ponorogo. “Daripada tidak sekolah, mbak. Saya kuliah dan mengambil program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.”
Saat ditanya perihal karir, laki-laki warga Balong, jalan Gatotkoco Desa Karangpatihan ini mengungkap menjadi guru adalah harapan keluarga. Namun, perjalanan ke sini justru di dunia pilihan orang tualah kehidupannya semakin bersinar. Setelah dinyatakan lulus tahun 2012, Ari mendapat pekerjaan mengajar di SMK Pemkab Ponorogo selama enam tahun. Selanjutnya, tahun 2017 pertengahan bulan, dirinya terpanggil tes PPG, dan dinyatakan lolos di tahun yang sama. Berikutnya, di tahun 2019 dirinya menerima surat sertifikat pendidik. Di tahun itu pula, mencoba mengikuti tes CPNS, dan lolos hingga tahap akhir.
“Orang tua adalah wakil suara Tuhan. Mungkin saja, kalau saya dulu tidak nurut dengan orang tua bisa saja menjadi penggembala,” tutur laki-laki kelahiran 1990.
Ilmu-ilmu pedagogik ditelan putra dari sepasang suami-istri, Tulus dan Mistun. Saat kuliah Ari menyukai mata kuliah berkaitan dengan keguruan. Selain itu, pihaknya juga menyukai materi perihal bahasa dan sastra. Suami dari Titis Dwi Hidayati ini mengaku, program studi kuliah sangat membantu dalam proses belajar dan mengajar sehari-hari. Banyak ilmu yang Ari salin dalam pembelajaran.
“Saya terinspirasi oleh Alm. Ririn Wardiani. Saat menyampaikan materi di depan kelas langsung menjurus, tidak bertele-tele. Materi yang disampaikan jelas, mudah dipahami, dan berbasis contoh, sehingga saya dan teman-teman tidak kenyang teori haus praktik.”
Setelah dinyatakan lolos CPNS 2019, Ari berpindah tempat kerja. Kini, pihaknya menjabat guru PNS di SMPN 4 Tegalombo Satu Atap sebagai guru bahasa Indonesia. Tempat baru, hal-hal baru dinikmati Ari sebagai suatu proses naik level. “Sabar dan fokus. Saya yakin apa pun permasalahannya akan selesai.
Masalah di dunia pendidikan seolah-olah menjadi makanan setiap hari. Ari bercerita saat dirinya diberi amanah wali kelas saat di SMK Pemkab Ponorogo. Ada beberapa siswa sering membolos. Pihaknya berkali-kali mengingatkan, bahkan sampai berkunjung ke rumah. Beruntung siswa tersebut dapat kembali ke sekolah, belajar lagi dan lulus bersama siswa lain. “Senang dapat menjadikan mereka lebih baik. Saya belajar mengenali dan masuk ke dunia mereka.”
Hal menarik dan menantang bagi Ari adalah saat masuk ajaran baru. Bertemu dengan siswa baru dengan berbagai ragam karakter adalah hal yang mesti ditakhlukkan. Ayah dari Arrahma Khaira Alfathunnisa melakukan pendekatan kebapakan supaya lebih memahami setiap individu. Mereka berasal dari status sosial beragam, perilaku yang berbeda, agama, hingga cara belajar yang heterogen.
“Ya, menjadi bapak bagi mereka saat di sekolah. Berkat mereka juga, saya mendapat hiburan lewat obrolan dan keseruan di dalam dan luar kelas,” guraunya.
Pesan Ari, manusia berhutang budi pada dunia pendidikan. Guru adalah sosok yang mengantarkan pada cita-cita, dan sekolahan adalah tempat saksi meraih cita-cita. Makanya, di mana pun tempat belajar dan jurusan apa pun harapan itu akan terbit—tergantung pada bagaimana kesungguhan belajar dan mempelajari. Tugas manusia adalah fokus terhadap apa yang diinginkan. “Saya bukti orang menyimpang yang menemukan jalan cerita indah.”
Pewarta: Suci Ayu Latifah
Previous