Dosen STKIP PGRI Ponorogo Kenalkan Cerita Rakyat Ponorogo kepada PT Se-Indonesia
Gelisah terhadap generasi muda yang mulai lupa warisan budaya, menjadi alasan utama Edy Suprayitno (31) menyusun penelitian masyarakat beraroma kearifan lokal. Penelitian Revitalisasi Cerita Rakyat di Kabupaten Ponorogo dalam Perspektif Modernitas sebagai Alternatif Materi Ajar Pendidikkan Karakter Berbasis Kearifan Lokal berhasil masuk dalam Penelitian Kompetitif Nasional tahun 2018-2019 (multi tahun).
Lelaki kelahiran asli Ponorogo ini sejak kecil sering dibacakan cerita oleh orang tuanya. Mulai dari cerita pewayangan, asal usul, legenda, hingga cerita fabel, seperti kancil. Kebiasaan itulah akhirnya terwariskan olehnya. Setiap hari ayah satu anak ini selalu membacakan cerita kepada anak perempuannya, Inara sakhila prameswari (3,5).
“Sampai kapan pun, cerita rakyat itu tetap ada. Hanya saja, pewarisnya mulai luntur,” terang Edy, dosen STKIP PGRI Ponorogo.
Mengangkat objek cerita rakyat Ponorogo dalam penelitian yang dihelat Kemenristek Dikti tahun 2018-2019 membuatnya kukuh. Sudah saatnya mengingatkan para pewaris cerita rakyat (generasi muda) untuk tetap eksis menyebarluarkan cerita-cerita setiap daerah. Seperti cerita rakyat yang ada di Ponorogo.
Kali itu, di hadapan para peneliti bidang Sosial Humaniora se-Indonesia, Rabu (13/11), Edy mempresentasikan judul penelitiannya. Bertajuk cerita rakyat yang ada di Ponorogo, lelaki berkaca mata itu memaparkan nilai luhur di balik cerita rakyat Ponorogo.
Warga Desa Pulung itu menuturkan, ada sekitar 20-an cerita rakyat yang berhasil dikumpulkan. Mulai dari Mirah Golan, Terjadinya Terowongan Air Mangge, Kyai Ageng Muhammad Besari, Gunung Pringgitan, dan masih banyak lainnya.
“Langsung datang ke TKP untuk menggali data dari para sesepuh,” cerita Edy saat proses pengumpulan cerita rakyat Ponorogo.
Kisah Kyai Ageng Muhammad Besari, misalnya. Edy langsung menemui sesepuh yang ada di Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo. Ia juga melihat langsung bangunan masjid yang diprakarsai oleh Kyai Ageng Muhammad Besari abad 17. Sekarang, masjid yang diberinama masjid Tegalsari banyak dikunjungi hingga berbagai kota. Bahkan, di masjid itu sering dijadikan jujukan untuk melakukan ibadah.
“Rasanya berbeda (masjid Tegalsari, Red), saya sering berdoa di sana,” beber dosen muda yang kini sudah mengisi belasan jurnal Nasional hingga Internasional.
Bertempat di Hotel Garden Palace Surabaya, disaksikan Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristek Dikti, dan 83 peserta pengaju penelitian, Edy semakin mantap menjadikan cerita rakyat masuk dalam materi ajar di sekolah. Lantaran, minimnya pengetahuan dan wawasan generasi muda terkait cerita rakyat itu sendiri.
Penulis artikel ilmiah jurnal Internasional di EFL ASIAN Journal terindeks Scopus itu mengungkapkan cerita rakyat memiliki potensi guna membangun karakter baik anak. Sebab, di dalam cerita itu terdapat nilai-nilai yang dapat dipetik. Selain itu, cerita rakyat itu sendiri kalau tidak diturunkan pada generasi muda perlahan akan hilang.
“Ya, paling tidak anak muda jangan hanya ingat cerita cinta, tapi juga cerita rakyat di daerahnya,” kelakar lelaki yang kini menjadi wakil ketua III STKIP PGRI Ponorogo.
Adapun sebagai pengenalan cerita rakyat Ponorogo, khususnya masyarakat Ponorogo, penelitian itu akan dijadikan buku. Sebuah buku yang dapat dijadikan rujukan untuk menggali lebih dalam cerita-cerita yang ada di Ponorogo. Sementara masyarakat luas dapat menikmati dalam bentuk softcopy.
Bangga dapat mempresentasikan cerita rakyat di Ponorogo di hadapan perguruan tinggi se-Indonesia menjadi gerak lebih jauh untuk menghidupkan kembali cerita-cerita di Ponorogo.
Semoga, orang-orang luar Ponorogo tahu bahwa di kota reog menyimpan puluhan cerita menarik. Dan, generasi muda semakin getol merevitalisasi cerita rakyat di Ponorogo.
Pawarta: Suci Ayu Latifah
Alumni STKIP PGRI Ponorogo, Panitia SLG STKIP PGRI Ponorogo.
4 Komentar pada Dosen STKIP PGRI Ponorogo Kenalkan Cerita Rakyat Ponorogo kepada PT Se-Indonesia